Wednesday, September 4, 2019

Our First Family Trip in 2019 - Pangandaran Part 2


Hola hola…. I'm back again people... Melanjutkan kisah liburanku yang sudah kedaluwarsa ini. Hahaha. Oke, lanjut aja ya, ini Pangandaran part 2 yang mana sambungannya pas aku sampe Green Canyon.

Jadi, perlu flashback gak? Oke sip gak perlu. Kalian yang belum baca ya baca dulu ya di sini. Itung-itung menggalakkan gemar membaca, itung-itung ngebantuin Mbak Najwa Shihab lah ya sebagai Duta Baca.

So, begini sodara-sodaraku sebangsa dan se-Tanah Air, aku dan my family cabut ke Green Canyon setelah breakfast di hotel dan nyamperin kapal yang ditenggelamkan Bu Susi Pudjiastuti. Perjalanan ke Green Canyon dari Horison Palma aku lupa berapa jam wkwkwkwk, tapi gak terlalu jauh kok, malah nggak nyampe satu jam kalau gak salah.

Sampai di TKP, niat awal cuma mau naik kapal aja, tapi tergoda untuk body rafting. Iyalah. Seriously, udah sampe jauh-jauh masa cuma naik kapal? Emangnya piknik anak SD? Singkat kata, kami sekeluarga akhirnya memutuskan body rafting, itu pun setelah berusaha keras membujuk rayu adek sepupuku yang gak bisa renang dan agak takut air.

Lhawong mau body rafting kok, kayaknya skill renang gak akan dibutuhin banget kalau gak kepepet, eh tapi ya perlu deng, jangan bilang gak perlu. Hehe. Nah body rafting itu apa? Ya rafting pake 'body' alias tubuh (astaga penjelasan macam apa ini? XD) Pokoknya, kalau body rafting itu kita mengarungi arus sungai pure hanya mengandalkan kekuatan fisik kita. JALAN KAKI!

Intinya itu. JALAN KAKI. DI AIR. LEWATIN BATU-BATU. BERHADAPAN SAMA ARUS. Jadi bener siapin fisik ya. Kalau lagi gak fit mending gak usah. Btw ada pemandunya kok, jadi gak perlu khawatir.

Karena kita harus mengandalkan tenaga dan stamina untuk body rafting, ya jelas sebaiknya isi perut dulu, tapi jedanya jangan mepet-mepet. Mungkin 1,5 - 2 jam lah. Jangan lupa pemanasan.

Sekarang pertanyaannya, dari pintu masuk Green Canyon, kita langsung 'nyemplung' gitu? No No No (kayak lagunya APink - tolong bacanya jangan sambil nyanyi). Yang di pintu masuk buat rekreasi boat doang. Oke ini aku bahas nanti soalnya ada kaitannya.

Jadi, buat yang mau body rafting, harus naik ke bukit dulu. Begini kronologinya (berasa olah TKP kriminal):

1. Persiapan body rafting

Pernah naik gunung atau at least tahu lah ya. Ada pos khusus buat pelaporan, registrasi, dan sebagainya itu. Nah sama. Untuk body rafting, kita ke pos dulu, ngisi formulir dan sebagainya, dan pastinya urusan bayar-membayar wkwkwkwkwk. Nanti kita akan dikasih, eh dipenjemin, maap (pake intonasi Mpok Hindun): rompi pelampung, sepatu karet (karena akan ngelewatin medan tempur berupa jalan terjal di hutan plus bebatuan di sungai), dan pastinya helm untuk pelindung kepala.


Guide akan menyarankan untuk gak bawa handphone. Kalau mau bawa gak papa tapi disarankan satu aja buat foto-foto, dan sebaiknya emang dititipin ke guide yang bawa tas waterproof yang canggihnya bukan main. Sedikit cerita, aku nekat bawa sendiri kan pake tas kecil plastic lima ribuan yang warna-warni itu, dan accident, sodara-sodara. Basah kuyup pas aku nyebur. Sempet gak nyala hape gueeeeeeeee sampe satu harian gitu. Di hotel, aku telanjangin (bukan bermaksud porno), semua baterai dll dicopotin. Aku hidup pake tablet doang waktu itu, jadi pas ada telepon udah macem pasang talenan dapur di kuping XD Jadi ya, mending turutin kata guide-nya. Nanti dia yang bawa dan dia juga yang akan motoin kita. Itu saran dari akunya aja sih.

2. Mau nyemplung ke sungai tapi naik ke bukit

Setelah semua ready, kita akan dibawa pake mobil bak terbuka alias pick up. Ngapain? Ya menuju starting point lah dan itu di atas bukit wahaaaaai sodaraku se-Nusantara! Di jalan aku sempet mikir. Buset ini kok naik naik ke puncak gunung (nyanyi lagi), lha terus kita ke sungai begimane dah. Ngalamat turun jalan kaki nih. Dan tadaaaaaa!!!!!!!!! I was right. LOL!

Kami sekeluarga diturunin (?) di pinggir jalan setelah naik 2 kilometeran kalik. Nah dari pinggir jalan itu, kami dibimbing masuk ke hutan. Yeah you heard it right. Blusukan. Luar biasa. Jalannya ya layaknya hutan lah, cuma ada pohon, ranting, dll di kanan kiri atas bawah. Sesekali ada turunan curam dan itu harus hati-hati. Kami dipandu dua guide. Yang satu di depan sendiri, yang satu, well, harusnya sih di belakang sendiri yak, tapi si akang yang satu ini in fact punya job desc lain, yakni menggandeng tanteku yang butuh bantuan ekstra di medan tempur macem begini.

Di sisi lain, omku santai banget sumpah. Di depan sendiri sama akang satu lagi. Orang PUPR emang beda. Hiks. Orang lapangan sungguh luar biasa. Uji fisik macem begini mah ga ada apa-apanya buat omku, yang bahkan sudah terbiasa terjun ke gorong-gorong. Hal kayak begini mah keciiiiil. Masalahnya ada pada tiga anggota keluarganya ini hahaha. Berapa lama jalannya? I had no idea. Pokoknya jauh. Satu kilo setengah kali ada. Tapi ya tolong dipikirkan medannya ya...ini bukan trek lurus atau jalan beraspal yang mulus lho. Aku sempet mikir. Belum juga nyemplung udah capek aja wkwkwkwkwk.


Hectic banget waktu nerobos (?) hutan hahaha

Selama perjalanan, aku jadi inget waktu explore Pantai Gunung Payung di Bali sama Ayuni, Dy, Anne, Joy, dan Sheila dulu. Itu pantai rintisan waktu itu tahun 2016. Bener-bener blusukan gengsss. Itu turunnya luar biasa, yang akan bikin kamu mikir 'Oh shitt ini gimana kita naiknya ntar? We're screwed!' Hahaha. Apa kabar ya tu pantai sekarang? Semoga udah diurus dan sekarang jadi lebih bagus jalan turunnya.

Habis iklan dari Pulau Dewata, mari kembali ke Green Canyon...

Memang ya, pas mau body rafting di Green Canyon memang adventure nya luar biasa and I love it. Sampe to the extent aku mikir macem2, mulai dari banyak hewan berkeliaran atau mendadak ada ular nongol di depan mata. Hiiii!!! Saran lagi, mau pake obat anti insect (?) juga monggo loh.

3. Sampai di TKP

Akhirnya setelah menuruni hutan, sampailah di tepi sungainya. Beneran hawanya udah pengen nyemplung aja pas liat airnya. Di situlah saya khilaf, nyemplung dan mengorbankan handphone saya. Hahaha. Ponselku yang malang, akhirnya aku titipin ke akangnya. Okeh whatever, yang penting let's the adventure begin!


4. Body rafting staaaaaaarts!!!

Pertama liat air langsung renang tapi ya berhubung pake pelampung jadi susah banget. Hahaha. Mau copot juga gak boleh. Yasudah. Wong emang mau body rafting, bukan renang. Mulailah kami menjelajah sungai dengan mengandalkan kedua kaki ini. Banyak batu dan rintangan yang harus dihadapi. Nah di sinilah kita dituntut teliti, hati-hati (pastinya) dan kreatif. Why? Ya lo ngarungin sungai jalan kaki dengan banyak batu. Like whaaaat??? Bisa dibayangin lah.

But tenang aja, guide akan membantu kok pastinya, terutama soal pemilihan langkah. Ini aku sempet stres juga di awal-awal, karena terpaksa lepas kacamata, soalnya kalau gak ribet euy. Tapi buat kalian yang mau pake kacamata gak papa juga soalnya nanti dibuatin pengikatnya gitu biar gak copot, tapi bagi yang minusnya gak parah-parah banget dan sekiranya masih oke buat lepas sih lepas aja. That's why emang akhirnya aku lepas.

Karena udah pakai sepatu karet yang anti slip, tenang aja. Itu anti slip banget kok. Tinggal gimana kita melalui medan sungai ini dengan kreatif, pilih langkah yang benar di antara bebatuan yang modelnya beraneka ragam. Sama kayak kita wall climbing, kita harus pilih langkah kita supaya sampe ka atas. Kalau body rafting, pilih jalan yang benar dan jangan sampai luka atau cedera, itu yang penting.

Ya karena potensi itu emang besar bgt gengs. Intinya jangan sampe kepleset, kejeglong (aduh Bahasa Indonesianya apa yak ini), atau ketatap batu. Cobaan body rafting sebenarnya adalah lompat sana lompat sini. Tapi bukan hanya main lompat-lompatan aja, karena ada beberapa medan yang mengharuskan kita berhadapan dengan pusaran (halah) air.

Always be careful ya karena medan tempurnya kurang lebih begini :D
Jadi, ada kalanya kita emang harus bener-bener nyemplung sampe 3/4 badan alias keliatan kepalanya doang, karena ada beberapa bagian yang agak dalam. Dan, di beberapa bagian yang dalam itu ada arus air juga. Kita harus ngelewatin itu, caranya ya biarlah arus itu 'membawa' kita ke seberang.

FYI, di sepanjang medan body rafting ,emang dipasangin beberapa utas tali di pinggir tebing. Tapi ya, khusus untuk bagian yang ada arus/pusaran air ini, kita gak disarankan atau bahkan gak boleh megang tali yang ada. Why? Karena kalau kita pegangan itu tali, tubuh kita bakal kepelintir. Ujung-ujungnya apa? Ya lu minum air lah alias kelelep wkwkwkwk. Jadi kita hanya boleh pegangan atau nyentuh batu/tebing sambil membiarkan tubuh ini terseret.

Tapi naluri dan insting manusia, ya mau gimana. Ini terjadi ke tanteku. Katanya refleks pegang tali waktu keseret. Ya manusia memang dibekali insting bertahan hidup jadinya ya begitu itu, gak bisa disalahkan juga sih haha. Jadilah tante minum air. Tp alhamdulillah gak papa kok, it was fun to laugh at, actually.

Lalu, ada kalanya kita 'nyantai' nih. Ada beberapa titik yang ga ada batu-batu besar atau arus. Di bagian ini biasanya guide akan menyarankan kita rebahan. Nah ini pasang-pasangan. Aku kebetulan sama adekku, posisi dia di belakangku, jadi aku pegangan kakinya dia. Di sinilah kerja sama tim diuji hahahahahah! Niatnya rebahan menikmati awan, tapi kalau gak bisa jaga keseimbangan ya dua-duanya kebalik, and that happened. Lol!!! Alhasil karena sebel akhirnya aku renang sendiri (masih pakai pelampung yang rasanya pengen aku copot).

5. Final point/meeting assembly

Setelah mengarungi sungai, kita sampai di titik akhir, di sana udah ada boat yang nungguin kita buat bawa ke rest area yang gak terlalu jauh. Nah ini nih, sekalian mau bahas soal boat yang tadi di awal aku pending.

Jadi, boat alias perahu itu disedian buat rekreasi dari pintu masuk Green Canyon sampe ke rest area, yaudah mentok di situ aja. Karena setelahnya gak bisa dilewatin perahu karena banyak batu dan arus, nah itu yang kita lewatin tadi pas body rafting gengs. Jadi, di rest area ini, peserta body rafting (sebut saja dari arah barat) ketemu penumpang boat biasa dari arah timur alias pintu masuk. Begitu genggssss.

Di rest area, pop mie jadi primadona. Kenapa ya, tiap mentas dari air itu hawanya pop mie? Ini sepertinya misteri yang harus dipecahkan menggunakan penelitian ilmiah, guys.

Aku cuma minum air mineral aja. Dahaga luar biasa, meski sempet minum air juga waktu body rafting *bitter laugh* Trus sempet beli teh hangat dan pisang goreng kesayanganku aiiiih. Di rest area ini pula akang guide jemur handphone ku yang basah tadi. Sumpah ngenes banget hati gue waktu itu. Udah pasrah sampe Solo harus beli handphone baru wkwkwkwk.

Setelah di rest area, kita pake boat menuju titik masuk Green Canyon. Nah titik a.k.a pintu masuk ini udah di seberang pos body rafting kok. Beneran, rasanya tuh kayak astronaut yang baru pulang ke bumi dari luar angkasa T_T

Istirahat di pos, mandi, ganti baju, salat, dll. Ambil barang di penitipan trus kita dikasih sertifikat deh. That's all. Wow. Rasa capeknya belum kerasa, tapi malamnya. Trust me, aku sekeluarga tepar di kamar jejer-jejer kayak ikan pindang tengkurap haha. Oke ini dibahas nanti.


6. Oleh-oleh, pantai, back to hotel
Ya abis body rafting kita nyempetin beli oleh-oleh dan rencana langsung mau balik hotel (dasar mental kasur semua memang). But akhirnya kita muter-muter dulu, liat lau sama mampir ke Pantai Batu Hiu. Yaudah sih gitu aja. Simpel. Ha. Sampai di hotel sore, bukannya istirahat eh naik lagi ke rooftop buat nyantai, karena entah mengapa lidah ini craving for mojito. Wkwkwkwk. Again, mau liat sunset lagi juga. P.S. adek sepupuku masih belum berani ke floor glass.

Kalau yang ini penampakan di Batu Hiu. No edit.

Menjelang malam, back to room, mandi-mandi, magriban dll. Trus nyari makan deh. Mendarat di resto masakan Padang haha. Ga banyak yang bisa diceritain di sini, karena cuma makan aja terus balik ke hotel. Dan pada tepaaarrrrrr. Tapi akunya yang melek gara-gara ngurusin handphone yang waktu itu masih matot. Pulang besok pagi tapi karena pada kecapekan belum pada packing. Rofl!!

Apa yang terjadi keeseokan harinya??? Bersambung di part 3... XD

Part 1 HERE
Part 3 HERE

Monday, July 29, 2019

Our First Family Trip in 2019 - Pangandaran Part 1


Finally kembali nulis lagi.. Lebih tepatnya karena lagi gabut malem-malem wkwkwkwk. Mau nulis sesuatu tapi gak tau apaan trus inget kalo aku udah lama gak nulis soal kisah liburan. Berhubung cerita liburanku ke Pangandaran masih mengendap di draf lanjutin aja. XD

Day 1 (Jumat, 4 Januari 2019)

Kekalahan Liverpool alias LFC jadi pengantarku berangkat ke Pangandaran. Lah? Ya soalnya aku dan keluargaku naik kereta pukul 7 pagi, sebelumnya bigmatch LFC lawan si Manchester City. 

Singkat kata, waktu itu aku nonton match nyambi mandi dan siap-siap gitu. Kecewa banget gak dapet 3 poin tapi ya mau gimana lagi, takdirnya udah begitu. Jadilah aku berangkat ke stasiun sambil agak gelo. Yasudahlah, wong mau liburan kok cemberut. Just forget it, begitu kataku ke diri sendiri.

Kami sekeluarga nyari sarapan dulu sekitar pukul setengah 6 pagi. Sampai stasiun sekitar setengah tujuh. Naiknya KA Lodaya, kelas Ekonomi Premium. Jadi, di KA Lodaya yang baru, adanya memang cuma kelas Ekonomi Premiun dan Eksekutif. Niatnya memang nyobain kelas baru ini terus pulangnya kami memang ambil Eksekutif supaya bisa istirahat dengan lebih nyaman.

(Tips) Jadi, misalkan mau naik KA Lodaya kelas Ekonomi Premium, tipsnya begini. Jadi, itu kereta (bukan gerbong ya sebutannya - sekalian meluruskan) terdiri dari 20 row yang dibagi menjadi 2 bagian. Aduh susah juga ya gak ada foto. Kemarin gak sempet foto, soalnya gak kepikiran bakal nulis blog wkwkwkwk.

Intinya, 10 row menghadap ke timur, 10 row menghadap ke barat. Nah, row yang di tengah-tengah (10 dan 11) jatuhnya jadi berhadapan. Misalkan, kalian travelling ama keluarga beranggotakan 4 orang dan mau ngobrol hadap-hadapan, bisa pilih seat ini. Keluargaku udah aku tawarin sih tapi semua pada gak mau berkorban (?) duduk mundur, katanya pada pusing gitu hahahaha. Yasudah aku cariin yang duduk maju semua.

Misal mau pada duduk maju selama perjalanan dari Solo, pilih seat dengan nomer 11-20 ya. Begitu pula sebaliknya kalau dari arah Bandung, pilih seat 1-10.

How to get to Pangandaran?



Buat yang mau pakai kereta kayak aku, naik KA Lodaya dan turun Stasiun Banjar. Seterusnya, perjalanan bisa dilanjutin pakai mobil, kurang lebih 1,5 sampai 2 jam. Pastikan kamu udah nyari car rental ya biar gak pusing lagi pas udah sampai Banjar. 

Sampai di Banjar, kami langsung ke Pangandaran dan jalannya juga lumayan asyik sampai akhirnya ketemu yang berkelok-kelok. Buat yang gampang pusing atau mual tiap ketemu spesies jalan yang begini, brace yourself. Minum obat antimabuk or whatever comforts you lah. Okay?

Kami sampai di Pangandaran sekitar pukul 3 sore langsung check in di Horison Palma. Ini hotel letaknya di paling ujung Pantai Barat. Ya kalau soal hotel mah selera aja. aku juga gak berniat promo or apa. Silakan pilih hotel sesuai keinginan sendiri-sendiri. Hehe. Ada banyak banget di sana, dari yang gedung tingkat sampai homestay biasa.

Udah menyantap welcome snack and drink, kami langsung tepar di kamar. Aku gak sih. In fact, aku doang yang melek di saat om, tante, dan adik sepupuku terlelap. Di Horison Palma ada rooftop buat kita nikmatin sunset. Asyik tempatnya. Dua kali sore hari di sana aku naik terus ke rooftop hahaha. Isinya ada cafe dan spot foto. Ada glass floor juga. Maksimal 10 person tapi. Nah ini yang berani cuma aku sama omku doang. Tanteku berani tapi terpaksa wkwkwkwk, setelah itu gak mau lagi. Sepupuku gak berani blas. Dia agak alergi sama yang beginian. Di waterpark aja mainnya cuma di lazy river doang, padahal udah aku ajak naik ke atas n nyobain banyak wahana. Tapi masing-masing orang punya ketakutan masing-masing kan? :)

Rooftop hotelnya gaessss...syahduuu
Beautiful Pangandaran, ini no filter looooh. sampe terharu T_T

Setelah dari rooftop, malamnya kami hunting seafood. Ada sejumlah warung seafood di area Pantai Timur. Nah ini kerennya Pangandaran, tempat yang kita bisa nikmatin sunrise dan sunset sekaligus. Luar biasa. Okay kembali ke seafood. Jadi, modelnya timbangan ya dan segar kok don't worry. Nah setelah itu kami jalan kaki aja gitu, ada banyak toko jadi silakan hunting makanan atau baju-baju ada semua di sana.

Hari pertama emang fokus di area pantai aja sih. Besoknya baru eksplor. Jadi summary hari pertama ya enjoying sunset di rooftop sambil ngemil, nikmatin suasana laut yang masyaallah indah banget memang ciptaan Tuhan, trus makan malam seafood.

Day 2 (Sabtu 5 Februari 2019)



Hari kedua pagi hari setelah sarapan, kami sekeluarga langsung ke Pantai Barat, mau lihat kapal ilegal yang diledakkin Ibu Susi Pudjiastuti, karena bangkainya ada di situ dan menjadi daya tarik wisatawan. Naik deh ke kapal motor, terpaan angin segar langsung menghapiri, menyenangkan sekali. Namun sayang, kebahagiaan itu tidak berjalan lama, lantaran setelahnya aku agak mual. Precaution ya gengsss, buat yang gampang mabuk laut mending ga usah naik kapal, atau solusinya minum obat antimabuk duluan. Trust me. It was bad ketika kapalnya berhenti, apalagi kalua kita lihat air, tapi pas kapalnya jalan sih gak papa. Itu aja sih peringatan dari aku.

Setelah selesai lihat-lihat, balik ke hotel trus siap2 explore Pangandaran dan tujuan utamanya adalah Green Canyon alias Cukang Taneuh. Gak jauh2 amat sih dari hotel dan sampai di sana kami langsung memutuskan body rafting. Asyiiiik!

Apa sih body rafting? Ya kita mengarungi sungai pake tubuh kita gitu. Jadi gak pake boat yam kita pure jalan kaki. Bisa ngebayangin kan ya? Agak susah mengabadikan momen di sini karena medan tempur tidak memungkinkan untuk standby hape (maklum hape murah gak water resistant). haha. Mas guide nya emang nyaranin kalua mau mengabadikan foto biar dia aja gitu, dan bawa hape satu aja, itu pun dititipin ke dia yang bawa tas antiair. Bener-bener antiair.

Gak usah ngeyel mau bawa hape sendiri pake tas plastik (yang konon antiair) yang warna-warni dan murah meriah itu. It didn't work! Sekali lo nyemplung, udah tiada maaf lah kalau pakai tas antiair murahan. Kasih aja ke guide yang punya dry bag.

Nah, gimana cara kita body rafting-nya? Nanti ya di next post. Sebenernya aku udah nulis draf ini sejak lama tapi baru sempet dilanjut now alias di bulan Juni, lanjut Juli, ahaha. Oke see you on the next post!

TEASER:

Tau gak...pas sampe sini tu hawanya udah pengen terjun nyemplung aja, hampir lupa hrs dengerin instruksi akang guide ^^

Part 2 ->>> HERE

Saturday, June 29, 2019

Pengalaman Pertama ke Dokter Gigi, di Usia 29 Tahun XD

Silakan geli atau tertawa setelah membaca judul di atas tadi. Yap, you read it right, di usia 29 tahun. Hahaha. Ketika banyak manusia di muka bumi ini yang sudah pernah merasakan ke dokter gigi saat kecil, aku termasuk dalam salah satu spesies yang baru mengalaminya mejelang kepala 3.

Jadi ceritanya, aku itu dulu pernah kecelakaan maut (bukan bermaksud lebay but it's true). Waktu itu, aku bisa denger suara orang dan goyangan mobil (maybe ambulans), tapi yang aku lihat cuma warna item di sekitarku. Mungkin lagi di antara dua dunia? Abis itu ilang sadar dan bangun di UGD, sedikit amnesia sesaat sampai gak inget aku pake baju apa dan habis dari mana waktu itu. Yang kuingat cuma Mom and Dad dan tes SPMB haha. Yang udah kenal aku lama, ya sejak SMP atau SMA, pasti tahu kejadian ini. Singkatnya, aku waktu itu dapat luka parah yang sebagian besar di sebelah kiri tubuh, termasuk wajah dan bibir.

Separuh wajahku konon kata orang sempet kayak zombie wakakak, nah bibir harus dijahit karena robek, makanya kalu kalian liat aku yang sekarang, liat nih bibirku yang sebelah kiri atas bentuknya jelek banget, itu karena dijahit. Nah, efek mencium aspal itu pula, selain bibir, gigiku juga jadi korban, dan aku gak punya cukup mental ke dokter gigi untuk memperbaikinya selama bertahun-tahun.

Alhasil, beberapa bulan lalu aku seolah mendapat ilham untuk segera ngebenerin gigi-gigi patah ini, biar pas foto bisa senyum lebar lagi. Langsung cus ke dokter gigi buat konsultasi, rontgen, dan akhirnya dilakukan tindakan.

Gigi yang harus dibenerin ada tiga biji. Yang satu, mahkotanya masih lumayan dan bisa diselamatkan, so solusinya adalah pakai jaket gigi (crown). Crown gigi ini sejenis gigi palsu yang dibuat khusus untuk melapisi gigi kita yang udah patah. Namanya aja 'jaket', ya tujuannya untuk 'menyelimuti'.

Gigi yang dua lagi, udah wasalam, so mau nggak mau harus dicabut, lalu aku harus pake gigi palsu juga tapi dengan model valplast, yang tinggal dipasang aja. Saat tulisan ini dibuat, aku udah selesai sampai tahap cetak gigi untuk valplast ini, but this is my journey selama penanganan gigi di dentist kurang lebih 2-3 bulan. Ngapain aja?

Case 1: Perawatan Akar + Crown Gigi

Seperti yang udah aku bilang, crown ini dipasang buat menutupi gigiku yang udah pendek karena patah. Berhubung di antara tiga gigi, gigi ini yang masih 'panjang' so masih bisa dipasang crown tanpa harus dicabut. Hanya saja, aku harus perawatan akar gigi dulu. Astaga.

Perawatan ini ya saluran akar gigi kita diisi yang baru, yang lebih sehat. Pas akar lama dikeluarin, sumpah aku baru lihat bentuknya, ternyata mirip uget-uget putih gitu. Haha. Katrok banget idup gue. Nah setelah kosong, saluran diisi lagi. Sakit? Ya ada beberapa momen cekit-cekit tapi no problem lah. Udah gede, gak boleh jadi coward kan.

Akar gigi ini harus dirawat karena statusnya masih akan dipertahankan kan alias gak dicabut. Jadi setelah selesai ngurusin akar, mulailah prosedur crown gigi. Pasang pasak nih, dan aku awalnya agak merinding, karena 'pasak' itu mengandung arti yang agak horror buatku haha. Bayangin aja ada pasak di gusi gueeeee? Like what?

Tapi yang dipasang ini pasak fiber gengs. Ya masangnya emang rada sengsara sih buatku lol, mungkin karena manual pake tangan bu dokter. Kurang lebih rasanya kayak gusi kamu dipasangin sekrup gitu lah, didorong, diputer-puter pasaknya sampe nancep (semoga yang baca gak ngilu).

Pastinya, gigi harus dikikir dulu ya, biar pas. Alat-alat macem bor dan komplotannya bakal sering masuk ke mulut, dan seriously aku sampe ngerasa abis makan atau ngunyah bubuk besi gitu wkwkwkwk. Setelah pasak terpasang, baru pesen crown-nya, tapi harus pencetakan dulu ya biar orang lab nya tahu harus buat bentuk yang gimana supaya itu gigi nyaman di mulut kita.

Source of pic: jalewandowskidds.com
Cetaknya? Jadi pake bahan sejenis lilin warna pink yang aromanya mirip bubblegum alias permen karet. Jangan pikir ada rasa manisnya, not at all, malah itu bisa bikin mual, taukkk. Nah itu ditempelin di sejenis alat cetak untuk bagian atas mulut. Lalu, dipasang deh ke mulut kita dengan cara digigit, ditekan-tekan.

Untuk yang bagian bawah, pake lilin juga tapi warnanya oranye. Sama, dicetak di alat dan kemudian digigit. Sedikit saran misal mau cetak beginian, kata dokterku, misal mual, duduk tegak aja gitu. Oke, proses cetak kelar dan saatnya pesen crown gigi, yang mana harganya bisa bikin migren. Aku pilih yang full porcelain karena buat gigi depan, demi fungsi estetika. Kalau yang gak full porcelain kemungkinan jelek karena ada bayangan item-itemnya, karena yang setengah porcelain bagian dalemnya kayak besi gitu.

Setelah milih bahan, saatnya milih warna gigi yang mana harus disesuaikan. Tenang aja, ada berbagai macam varian warna dari yang kuniiiiiiing banget sampai putiiiiiiiiiiih kinclong. Tinggal cocoknya yang mana, jangan sampai belang ya haha.

Setelah menunggu sekitar dua minggu, akhirnya crown gigi jadi. Bentuknya kayak apa coba gengs??/ Ya kayak gigi. Okay, kidding. Bentunya gigi tapi tengahnya bolong (gak sempet foto), nah gigi kita yang udah dipangkas dan dipasang pasak nantinya dimasukkin ke bolongan itu. Jaketan deh, bukan hanya manusia yang bisa pake jaket, gigi juga. *krik krik krik

Masangnya gimana? Dikasih lem! Tapi pastinya bukan sembarang lem. Lem ajaib dunia per-gigi-an lah pastinya. Aku sendiri sempet gak habis pikir, itu bisa buat nempel gigi ke gusi? Canggih mana sama lem alteco? Yaudah deh, dilem alias disemen dah tu gigi (berasa jadi sodaranya batu bata), ditekan-tekan sama dokternya, rada sakit juga dikit. Terus dirapiin deh pake alat gitu. Tadaaaaa! Selesai. Beneran kayak gigi utuh lagi.

Crow gigi sudah selesai, tapi perjuanganku belum berakhir. Masih ada cabut gigi yang nyeremin itu. Berhubung sekarang udah di Jogja, jadwalnya agak susah dan aku baru bisa cabut sekitar 3 minggu setelah pasang crown. Ini bukan ngeles karena takut lho ya. Beneran, ini murni perkara jadwal! (Iya...iya...percaya).

Case 2: Cabut Gigi + Valplast

Akhirnya cabut gigi juga, dua biji maaaak! Sebelum hari H, aku nanya sana-sini sama yang udah cabut gigi. Pengalaman bervariasi sih, so lebih baik mengalami sendiri, cah. Believe me. Mau sakit apa gak, serahkan kepada dokter dan Yang Maha Kuasa.

Prosesnya, pertama, suntik anestesi. Suntiknya gak cuma sekali dua kali ya btw. Jarum suntik menusuk gusi lebih dari lima kali di tempat yang berbeda-beda. Suntikannya juga beda, cekrik cekrik gitu lah kalau dibahasain. Jangan ditanya rasanya kayak apa. Namanya jarum nusuk gusi hahaha (bitter laugh). Oya, ada sensasi pahit genggsss tapi boleh kumur kok kalau gak kuat. Setelah itu, mati rasa di sekitar area yang mau dicabut.

Pas dicabut, beneran gak kerasa kok gengs. Maksudnya gak ngerasa sakit karena udah dibius. Kerasa kalau gigi kita digoyang-goyangin sampe copot trus ditarik-tarik, bahkan asisten dokterku sampe megangin kepalaku. Can you imagine that? Haha. Singkat kata, proses cabit dua gigi done. Dokter nawarin aku bawa pulang gigi, aku iyain. Itu organ tubuh kita sebagai manusia ciptaan Tuhan (weitttsz), jadi sebaiknya dikubur dan aku mau aku sendiri yang ngelakuinnya.

Setelah selesai cabut, diolesin obat dan disuruh gigit kassa (bukan kasir supermarket) hidropil. Langsung dah darah bercucuran gak mau berhenti, diiringi air ludah yang luar biasa banyak. Baru lima menit udah basah itu kassa dan harus diganti.

Efek anestesi udah mulai hilang, cenat cenut euy. Lalu aku dikasih painkiller berupa puyer, rasanya asin campur manis, Cataflam Fast. Mana bawa motor sendiri, langsung buru-buru pulang dah sebelum rasa sakit kembali mendera. FYI, waktu itu, aku susah ngomong dan ini pasti terjadi pada siapa saja yang habis cabut gigi.

Aku pulang dibekali kassa, antibiotik, dan painkiller. Balik ke dokter lima hari kemudian untuk pencetakan, prosesnya sama kayak yang tadi aku ceritain di atas, pake lilin or whatever it is. Beda sama crown, valplast partial denture itu begini. Langsung kasih gambar aja biar gampang. Hahaha.

Source of pic: protecdental.com
Kasusku, karena dua gigi yang dicabut, ya pesennya dua gigi. Perhitungannya, dibuatin satu gigitan itu (warna pink menyerupai gusi) diitung satu gigi. Nah, misal nambah satu gigi ya biayanya nambah lagi per gigi, begitu selanjutnya.

That's all. Tapi ini belum jadi alias masih nunggu. Kemungkinan sekitar dua minggu. Nanti kalau udah jadi mari kita lihat hasilnya, sementara masih ompong yaaak. Haha.