Sudah
jadi kebiasaan setelah menonton sebuah film dan film tersebut menarik perhatian
saya, dan apabila saya menyukainya, maka akan berakhir pada sebuah tulisan.
Wkwkwk. Kali ini film yg beruntung (?) adalah War of The Arrows, atau judul
internasionalnya Arrow, The Ultimate Weapon. Bermula dari female crush saya
pada Moon Chae Won, melabuhkan saya pada film panah memanah ini.
Settingnya
sendiri berada pada jaman invasi bangsa Manchuria ke Korea tahun 1636 silam.
Perlu diceritain detailnya? Nggak usah ya? Jujur saya nggak ngerti soal itu.
Toh ini bukan tugas kuliah yg mengharuskan saya meneliti background kejadian yg
membalut sebuah film. Ini hanya sebuah tulisan acak-acakan kayak biasanya. LOL.
Udah pada tahu kan saya suka Moon Chae Won sejak The Princess Man, dan film ini
juga rilis di tahun yg sama, sehingga dalam setahun itu Che Won eonni berkutat
sama drama dan film yg berbau Joseon.
Bahas
apanya dulu ya? Ah..selalu begini deh..problem umum ketika mulai menulis. How
do I start? Ya baiklah, ceritanya dulu aja ya. Dahulu kala..kl dalam bahasa
Inggris sih once upon a time, hehe. Ada dua bersaudara, seorang anak laki-laki
bernama Nam Yi dan juga adik perempuannya namanya Ja In. Singkatnya, di awal
cerita dikisahkan mereka ini adalah dua anak penghianat. Keluarganya diserang
dan ayah mereka pun tewas dibunuh, tapi beruntung mereka berdua ini bisa kabur.
Sang ayah sempat berpesan pada Nam Yi untuk kabur ke tempat temannya untuk
mendapatkan perlindungan. Akhirnya setelah menempuh perjalanan jauh, mereka
berdua sampai di kediaman teman ayahnya tersebut. Sorry saya ga terlalu paha,
lokasi tepatnya di kota apa dan apa namanya. Wkwkwk. Tapi yg jelas, itu
merupakan suatu desa kecil yang konon damai sentosa sejahtera nan tenang. Kalau
boleh saya ralat, itu bukan sekedar teman ayahnya, melainkan sahabatnya. Saya
menyimpulkan ini karena ternyata ketika anak mereka lahir, mereka saling
sumbang nama. Ayahnya Ja In memberi nama anak sahabatnya itu, dan sahabatnya
itulah yg memberi nama Ja In. Oiya, anak sahabatnya itu anak laki-laki, btw.
Namanya Seo Goon. Ah you can guess what happened next, right? Hahaha. Yap
betul..setelah dewasa, they were in love.
Nam
Yi dan Ja In hidup bersama keluarga ini dan sudah dianggap anak sendiri, ya
walau si ibunya Seo Goon agak kurang suka. Soal ketidaksukaan ibunya ini, ada
poin penting nanti yg ingin saya tunjukkan. Tapi nanti.
Ja
In akhirnya menikah dengan Seo Goon, tapi sayangnya tanpa persetujuan kakaknya.
Nam Yi berpendapat bahwa pernikahan itu akan membawa penderitaan pada Ja In
karena status mereka yg adalah anak dari seorang penghianat, ditambah lagi ibu
Seo Goon yg tidak ramah itu. Dan juga, Seo Goon yang notabene anak penurut. Nam
Yi sargu kalau dia bisa melindungi Ja In. Tapi Ja In tetap nekad. Ketika scene
di hutan, Ja In bilang ke kakaknya kalau dia tidak ingin jd pengecut seperti
kakaknya. Maksudnya, selama ini Nam Yi hidup tenang dan setiap hari kerjaannya
hanya memanah saja. Ja In tidak ingin hidup seperti itu, itulah kenapa dia
berani mengambil resiko menikah dengan seo Goon. Mmmm..itu analisis saya
pribadi sih. Wkwkwkwk. Tapi memang seperti itu. Ja In juga bilang “lebih baik kita mati saja waktu itu.”(ketika
keluarganya diserang dan dibunuh)
Btw, Chae Won eonni looks pretty, huh? Baru
kali ini lihat dia di balut baju pengantin tradisional. Di Nice Guy, pake gaun
pengantin modern tp sayang gagal nikah, disini untung jadi. Ah, wait a minute?
Ini film sama Nice Guy duluan ini deng. Ahahaha. My bad.^^
Lanjut..sangat
disayangkan, di hari pernikahan yang seharusnya bahagia malah berakhir dengan
musibah. Tentara Manchuria tiba-tiba menyerbu desa yang damai itu. Siapa yang
mengira hal itu bisa terjadi. Disini saya melihat bagaimana manusia yang
kejamnya amit-amit. Layaknya penjajah yang selain ingin mencari daerah
kekuasaan juga ingin mencari budak untuk disiksa. Ada satu scene dimana seorang
bayi direbut dari ibunya dan dilempar ke sumur oleh seorang tentara Manchu.
Damn it! Pas scene itu saya ampe melongo, tau nggak sih. Biasanya orang melongo
karena terpukau akan sesuatu kan, nah
ini? Terpukau sama pemandangan tidak manusiawi. Huffft. Bikin mata iritasi aja.
Ayah
dan ibu Seo Goon terbunuh oleh para tentara Manchu biadab itu. Beberapa hari
sebelumnya, ayah Seo Goon dan Nam Yi terlibat percekcokkan karena Nam Yi yang
sukit diatur. Dia..liar sih enggak, tapi gimana ya? Dia tipe orang yg suka
hidup bebas, belajar sastra aja nggak mau, malah kerjaannya manah melulu.
Ketika mereka berdua bertengkar, ada kalimat yang keluar dari mulut Nam Yi. “untuk
apa semua ini? Kau hanya akan mati ditebas pedang.” Nam Yi berargumen kalau
hanya duduk diam belajar dan juga berpolitik, serta tidak berbekal bela diri,
maka nantinya akan mati di tangan musuh. Dan benar saja, ketika serangan Manchu
itu, si ayah yang hanya punya sedikit keahlian, akhirnya mati dibunuh.
Sedangkan si ibu..nah ini dia point yang saya sebut di atas tadi. Dia tidak
suka pada dua anak angkatnya ini kan? Tapi, ketika Ja In ditarik oleh salah
satu tentara, dia berusaha melepaskannya sambil berteriak “lepaskan putriku”
Wohoo that time saya merasa jleb lagi gitu. Tetap saja, anak yg sudah
dipelihara selama bertahun-tahun dan sudah menjadi menantunya, pasti mau tidak
mau ada rasa sayang. Apalagi dalam kondisi seperti itu dimana seorang ibu harus
melindungi anaknya. Tetapi sekali lagi sangat disayangkan, si ibu ini ditebas
pedang juga oleh si prajurit terkutuk itu.
Seo
Goon dan Ja In terpisah. Sedangkan Nam Yi, yg ketika pernikahan berlangsung
sedang berada di hutan mungutin anak panah, bisa lolos dari serangan Manchu. Dia
bergegas kembali ke rumah, tapi semua sudah hancur berantakan dan dia juga
menemukan ayah angkatnya yg telah tiada. Lalu dia menangis..yaiyalah. Dia juga
menemukan sebuah sepattu, satu ya, bukan sepasang. Sepatu itu adalah sepatu Ja
In yang dia hadiahkan untuk pernikahannya. Satu pasangnya lagi masih menempel
pada Ja In. Nam Yi pun membawa sepatu itu dengannya lalu pergi mencari adiknya
itu.
Ah
pengantin baru terpisah. Sayang sekali. Wkwkwkwk. Para wanita dibawa ke sebuah
kamp dan.ya tau sendiri lah, direnggut kesuciannya satu demi satu. Rajanya
emang kurang ajarm tapi sudah umum deng di masa itu, para wanita dijadikan
pemuas nafsu. Lhawong bayi aja bisa dilempar ke sumur, ya nggak heran juga para
wanitanya bisa diperkosa satu-satu begitu. Merinding ngebayanginnya. Well,
story nya sampe disini aja dulu. Mau bahas yang lain.
Yang
saya highlight dari film ini adalah bagaimana seseorang dicap sebagai traitor
maupun hero. Di tagline movienya tertulis “a
hero is born, the legend begins”. Siapa coba? Ya Nam Yi..secara dia tokoh
utama disini. Begini, dia anak seorang penghianat kan? Tapi disini dia malah
menjelma sebagai seorang pahlawan. Dia bisa membebaskan tawanan Manchu dan
sukses menyelamatkan adiknya. Ditambah lagi dia dengan beraninya menyandera
pangeran Manchu dan membakarnya. Wow! Setelah dia berhasil menyelamatkan Seo
Goon, mereka berdua beserta dua pengikutnya berangkat menuju kamp Manchu (kamp
nya tersebar-sebar, btw) untuk menyelamatan Ja In. Ada petikan dialog yang
menarik perhatian saya:
“apakah kau tidak apa2
menyeberang kesana? Sekali kau menyeberang, maka kau akan di cap penghianat.”
Iya,
bangsa Manchu pernah mengatakan pada tawanan Joseon nya kalau sudah menyeberang
ke daratan seberang dan kembali lagi ke daratan mereka, mereka akan dicap
sebagai penghianat. Tapi itu bangsa Manchu sendir yang bilang, supaya tawanan2
tersebut tidak berani kembali ke daratannya sendiri. Tanah mereka sendiri.
“kaisar yang
menelantarkan rakyatnya sendiri sudah merupakan seorang pendosa besar.”
Begitu balas Nam Yi.
That’s
it! Memang betul, kaisar mereka telah menyerah pada bangsa Manchu. Tidak ada
tindakan yang diambil demi menyelamatkan rakyatnya. Rakyatnya dibawa dan
disiksa bangsa Manchu, kaisarnya hanya diam tak berkutik. Pemimpin macam apa?
Saya suka sekali dengan quote di atas. Probably my most favorite dialogue in
the movie. Ini juga menunjukkan bagaimana kita bisa membedakan yang mana
traitor yang mana hero. Nam Yi sendiri adalah anak seorang traitor tetapi
dengan gagah berani dia maju melawan penjajah di saat sang pemimpin malah cuci
tangan dan lari dari tanggung jawab.
Sedangkan Seo Goon, memang betul dia
awalnya adalah seorang yang penurut dan termasuk dalam level biasa saja. Tetapi
kita bisa melihat ada perubahan dalam dirinya. Dia menjadi seorang yang
pemberani, seperti yang diinginkan Nam Yi untuk adiknya. Seo Goon bukan lagi
seorang yang lemah yang tidak sanggup melindungi wanita yang dicintainya. Penilaian
awal Nam Yi sepertinya sidah tidak berlaku lagi. Sekarang mereka berdua berada
di satu tujuan, yaitu menyelamatkan Ja In.
Di
kamp musuh, Ja In nyaris jadi korban si raja. Eh bentar..pangeran deng. Tadi
saya nulis raja ya? Haha. Mian. Maksudnya pangeran, soalnya masih muda.
Lupa..lupa. Oke, pangeran ya. Tapi dia bisa berontak. Ja In itu wanita kuat
yang tidak ingin ditindas. Dia bisa membela diri. Sampai akhirnya Nam Yi dan
Seo Goon menyelamatkannya. Tapi mereka lagi-lagi harus berpisah. Ah, hubungan
kakak-adik dites lagi disini. Ada satu scene dimana Ja In disuruh pergi sama
kakaknya. Nam Yi yang waktu itu sedang menyandera pangeran Manchu, menyuruh Ja
In dan Seo Goon pergi terlebih dahulu baru kemudian dia akan menyusul. Ja In
menolak. Kalau hidup ya hidup bersama, mati ya mati bersama. Lalu plakkkk! Nam
Yi menamparnya. Tamparan itu untuk menyadarkannya. Fiuhh rasanya ikutan kena
tampar juga. Ja In memandang kakaknya itu dengan pandangan separuh jengkel
separuh shock. Lalu akhirnya dia dan Seo Goon kabur terlebih dahulu.
Sebenernya
pola kakak-adik yang seperti ini umum dipakai dalam drama atau film. Tujuannya
adalah untuk menegaskan bagaimana hubungan persaudaraan yang, terutama pola
kakak laki-laki dan adik perempuan, yang diluarnya dibalut perselisihan tapi
didalamnya sebenarnya ada cinta yang begitu mendalam. Karena, justru dengan
adanya perselisihan itu, maka ketika fase problem solving alias
penyelesaiannya, secara otomatis akan menghasilkan suatu perasaan afeksi antara
kakak dan adik itu, which is very sweet. Pernah nggak kalian berantem sama
sodara tapi ujung2nya ketika baikan, ada sedikit rasa di hati kalian. Kalian
menangis kah? Terharu kah? Nah, perasaan ini yang saya maksud. Kenapa bisa
seperti itu? Karena you love each other, kalian sangat care satu sama lain.
Betul? Begitu pula Nam Yi dan Ja In.
Film
ini visualnya aduhai sekali. Makanya saya sarankan untuk nonton dengan versi
high definition. Saya aja nontonnya edisi blu ray..so mantab bener dah. Karena
adegan memanahnya seabrek, bisa bayangin nonton ini dalam 3D? Bikin capek mata
kali. Dan jantung. Versi 2D nya aja udah bagus dan bikin jantung kjleb gitu
tiap ada anak panah yang melayang. Kalau di 3D ga tau deh saya bakal kuat
nontonnya apa enggak. LOL. Selain itu, film ini jelas kaya budaya dan
nilai-nilai kemanusiaan. Very touching. Paling yang bikin geleng-geleng cuma
kelakuan prajurit Manchu yang super duper sialan itu. Yang jelas, kita bisa
tahu bahwa, untuk menjadi seorang pahlawan itu yang dibutuhkan adalah tekad dan
keinginan kuat untuk menyelamatkan sesame. Serta siap berkorban, bahkan nyawa
sekalipun.
Terakhir,
Nam Yi dihadapkan pada situasi Ja In yang akan dibunuh oleh seorang prajurit
Manchu yang paling hebat, namanya siapa saya nggak tau. Wkwkwkwk. Tapi dia juga
tokoh utama disini. Nam Yi kena panah dan hanya tinggal menunggu waktu saja
untuk mati. Tpi dia mencabut panahnya dan mengarahkannya pada si prajurit. Si
prajurit ini kurang ajar banget, dia berusaha mengintimidasi Nam Yi, tujuannya
agar arah panahnya meleset. Dia juga bilang “kau lemah karena melihat adikmu?
ah..lihat..bahkan angin saja tidak membantumu” karena memang ketika itu
angin tidak berpihak pada Nam Yi. Tapi dia tidak menyerah. Dia memanah dan apa sodara2?
Kena deh! Si prajurit itu tak percaya dirinya kena panah. Di leher loh!
Langsung wasalam itu mah, langsung ke nadi.
Kata
Nam Yi:
“Ketakutan
itu sebaiknya langsung dihadapi. Dan, angin itu bukan untuk dikalkulasi, tapi
untuk ditaklukkan.” Ah suka juga ama quote
ini!
Tapi,
Nam Yi pun tidak tertolong.
Dia
mati di pangkuan Ja In. Sebelumnya ada scene dimana Ja In menemukan sepasang
sepatunya di Nam Yi. Ini petikan dialognya:
Nam Yi: “ah kau sudah
tau itu sepatu dariku?”
Ja In: “Tentu saja, ini
kebesaran. Bagaimana kau tidak tahu ukuran sepatu adikmu sendiri?”
Nam Yi: “kebesaran ya?
Aku kura kau sudag tumbuh dewasa. Ternyata belum sepenuhnya.”
Ini
tadi fase problem solver yang saya maksud diatas. Efek yang ditimbulkan? Afeksi.
Akhirnya
mereka kembali ke tanah mereka. Seo Goon dan Ja In membawa Nam Yi pulang ke
daratan mereka. Setelah invasi tersebut dan hancurnya barikade Manchu, para
tawanan kembali ke daratan Korea dengan kaki mereka sendiri. See. Sampe detik
terakhirpun tak ada hal yang dilakukan oleh kaisar. Saya rasa ini yang saya
ingin tulis. Ada yang kurang gay a? I hope not deh. Pokoknya ini film
rekomndasi deh bagi yang suka kolosal. Yang nggak ya nggak usah nonton.
Wkwkwkwk. Say amah film genre apa aja kalau tertarik ya saya tonton. Dan ini
bagus. Thx banget loh Moon Chae Won, kalau nggak ada kamu saya nggak akan
sampai kesini. Ah you’re so beautiful. ^^
Comments