Wednesday, November 4, 2015

Single Trip to Semarang

       Pada hari Sabtu, 31 Oktober 2015, aku pergi ke Semarang sendirian (ah sudah biasa), dalam rangka nonbar Chelsea dan reuni. Entah yang mana yang menjadi alasan utama. Hehe. Sedikit cerita aja nih sebelum cerita utamanya dimulai. Haha. Sebelum berangkat, aku sejenis survey-survey dulu gitu. Jujur aku bingung bagaimana aku berangkat ke Semarang secara aku berangkat langsung setelah jam pulang kantor. Motor maau ditaruh dimana dong ini? Sempet kepikiran nebeng temen kantor sampe ke halte Trans Solo trus cus ke Arini. Akan tetapi, untuk beberapa alasan, rasanya hal itu mustahil untuk dilakukan. Trus piye? Sampai hari Jumat aku belum menemukan solusinya. Otak lagi bego apa gimana entahlah. Mungkin efek aku abis sakit kali ya. Lol. Jumat malamnya, aku baru mendapat cahaya terang (waduh). Kenapa motor nggak dititipin di Purwosari? Betapa bodohnya aku. Iya, benar. Titipin aja ke Purwosari abis itu naek angkot or becak ke Arini, soalnya shelter Trans Solo letaknya di depan RS Kasih Ibu. Ya kalau mau naik itu gapapa juga sih, jalan kaki dikit. Oke sip.

       Hari Sabtu setelah pulang kantor aku langsung cus ke Purwosari. Akan tetapi, eksekusi memang tidak selancar rencana. Ga beda jauh sama kehidupan manusia yang sering tidak sejalan dengan keinginan. Eaaaaa. Lalin Solo bisa dibilang lagi mawut banget beberapa waktu ini karena ada banyak titik rekayasa lalin yang dilakukan di sejumlah ruas jalan utama. Kali ini, jalan yang lagi dikerjain adalah pertigaan RS Panti Waluyo. Hmmm. Tau sih kalau bakal kena macet, tapi nggak nyangka aja bakal separah kemarin. Ceritanya aku mau ambil jalur lurus ke arah Purwosari, tetapi sialnya, ada pembatas jalan yang dipasang dengat ketat agar seluruh kendaraan berbelok ke Jalan Ahmad Yani. Wtf memang. Alhasil, aku ga punya pilihan lain kecuali mengikuti padatnya arus kendaraan yang berada di sepanjang jalan tersebut. Sebagian besar adalah kendaraan-kendaraan yang ingin memutar untuk menuju arah Purwosari. Aigooo. Mana panas pula. Berhubung aku tidak ingin mengingat lebih banyak hal menyebalkan waktu macet itu, lebih baik langsung skip aja, ceritanya aku sudah sampai di Purwosari. Hehe.

         Aku menitipkan motorku di tempat parkir. Denger-denger sih, sekarang tarif progresif diberlakukan kembali, padahal dulu sudah pernah diprotes dan sempat diberhentikan. Aku sih udah pasrah, secara aku emang butuh nitipin motor, ya terima aja berapapun tarif yang akan dibebankan kepadaku besok. Dengan catatan, masih dalam taraf yang wajar. Setelah memakirkan motor, nah ini yang galau. Aku tidak melihat satupun kendaraan umum yang lewat di depan stasiun. Entah mereka masih terjebak macet yang biadab banget itu tadi apa emang mereka mengalihkan jalur ke jalan lain? Angkot dan Trans Solo tak ada satupun yang terlihat. Yasudah akhirnya aku naik becak deh.
         Sampai di Arini dengan selamat tapi dengan perut yang kosong. Hiks. Aku belum sempet makan. Sebenernya sempet khawatir juga kalau bakal kenapa-kenapa di jalan. Apalagi semua juga tahu kalau jembatan Tuntang sedang dalam perbaikan. Well, seriously? Semua aja perbaikan. Walau untuk tujuan yang baik, tapi kalau berbarengan semua gini kan repot juga. Estimasi sampai di Semarang sih 3 jam, atau 3,5 lah karena aku mikirin macet. Kalau lama begitu apa aku kuat dengan perut kosong begini? Konyolnya lagi, setelah shuttle ku berangkat, aku baru sadar. Kenapa tadi nggak ke Jackstar dulu beli makan? Nggak masalah juga kalau harus dimakan di jalan atau nanti kalau sampai hotel. Oh shit. Otakku sepertinya kembali ke prosesor zaman batu lagi kayaknya. Benar saja, sampai di Salatiga aku mual-mual nggak karuan. Di dalam hati berdoa supaya nggak muntah. Aku minum obat anti mabok dan tertidur beberapa saat. Nggak bisa tidur karena macet di Tuntangnya luar biasa. Bener kan? Nah setelah lewat Tuntang, macet lagi di Bawen. Arah ke Ambarawa macetnya luar binasa, eh luar biasa banget. Setelah itu untungnya lancar sampai Semarang, walau aku tiba menjelang Maghrib.

Single room untuk single traveler.
          Setelah check-in di hotel, aku langsung menyantap makanan cepat saji yang sempat aku beli sebelumnya ketika sampai di Semarang. Apa boleh buat, makanan cepat saji emang ditakdirkan untuk mereka-mereka yang buru-buru alias have no enough time, termasuk aku hari itu. Kamar hotel yang kudapatkan cukup nyaman, walau hanya cukup diisi satu pax. Untungnya ni hotel nyediain kamar untuk sigle traveler, jadinya nggak perlu bayar lebih untuk 2 pax layaknya kamar hotel pada umumnya. Banyak yang bilang sempit, tapi no problem buatku, karena menurutku kamarnya nyaman, AC lancar, air panas lancar, toiletries lumayan, amenities lumayan, dan pemandangan dari jendela cukup bagus.


          Waktu telah menunjukkan pukul 6 sore. Duh, mana aku janjian sama sis Yunita bakal ketemuan jam setengah 7 pula. Dengan mandi dan makan yang secepat kilat, aku cabut ke rumah sis Yunita menggunakan taksi. Singkat kata, kita sampai di hotel tenpat nonbar bigmatch Liverpool vs Chelsea digelar oleh BIGREDS Semarang. Udah lama banget nggak nonbar sama mereka, kali ini aku excited banget. Layaknya big match, suasana riuh sekali. Aku ketemu beberapa denok Kopites, dan pastinya ketemu Juli, salah satu denok Kopites Semarang. Mbak Juuuul...akhirnya ketemu juga.
with Denok Kopites Semarang
          Pertandingan berlangsung sangat seru. Chelsea memimpin lebih dulu dan itu membuat kami para penonton kecewa (yaiyalah). Apa bisa nih bangkit dan bahkan membalikkan kedudukan? Para pemain LFC tu kadang gimana juga sih, beberapa kurang memiliki mental yang kuat. Aku rasa ini tugas utama Klopp sebagai manajer baru tim. Skuad pas-pasan begini, aku pasrah aja. Percaya Klopp bakal memberikan sumbangsih terbaiknya untuk para suporter, klub, dan pemain. Aku dan sis Yuni udah mau ngabil beverages tu sebelum akhirnya Coutinho mencetak gol penyeimbang di masa injury time babak pertama. Waaaaaahhh... untung sis kita belum jadi ambil minum, kalau jadi mah jelas kelewatan momen keren itu. Coutinho gitu! Half time aku ngobrol sama temen-temen yang sanggup aku ampiri, karena nggak semuanya reachable. Haha. Segitu banyak orang tersebar dari ujung sana ke ujung sini, repot juga kalau mau ngampiri satu-satu. Sampai akhirnya babak kedua dimulai. Sebelumnya, ada peserta kuis yang menebak skor 3-1 untuk kemenangan LFC. Sepertinya harapan itu semakin nyata ketika Coutinho mencetak gol keduanya. Waaaaah. Rasakan, kau, Mourinho. No hate ya untuk fans Chelsea, tapi aku sejenis sebel tingkat dewa ama Mourinho. Gayaya itu loh. Kemaki banget.

          Belum aman. Masih belum aman. Kami semua paham betul karakter skuad, karena udah sering banget kebobolan nggak penting gitu. Udah leading abis itu disamain trus kebobolan. Emang bener, mempertahankan sesuatu itu lebih sulit daripada mencapainya. At least itu salah satu lesson yang aku dapatkan menjadi suporter bola selama ini. *big smile* :))))) Para pemain Chelsea terlihat keteteran, dan Fabregas pun masuk. Damn, Halo cintaaaa, apa kabarmu? I still love you, tapi kamu kini berada di kubu yang salah. Benar-benar salah. Masih mending kalau Arsenal. Kalau udah Chelsea or MU aku udah ga ada toleransi. Haha. Apa mau dikata, sepertinya Mourinho bakal jadi korban Halloween malam itu. 3-1! Benteke mencetak gol. This is it. Jujur setelah gol itu, dari lubuk hatiku yag paling dalam, aku berterima kasih pada Klopp. Mungkin jalan masih panjang, belum selayaknya bersenang hati, secara Chelsea juga mainnya jelek begitu. Thx juga untuk Coutinho yang magical. It's really a pleasure to have you in our squad, boy! Setelah pamit ke temen-temen Semarang, aku ama sis Yuni pulang. Sampai di hotel aku langsung tepar. Sempet nonton drakor sebentar di tablet tapi mata nggak mau ngalah. Dia udah mau merem aja. Si empunya tubuh sebaiknya mengikuti keinginan organnya bukan? Daripada mereka ngamuk? Trus rewel? Kita juga yang repot. Akhirnya aku tertidur pulas setelah puas bercengkrama di timeline dengan teman-teman. Bercengkrama dan ngebully lebih tepatnya. Rasanya emang menyenangkan yah kalau menang begini. Hahaha.

           Keesokan paginya aku bangun awal dan bersiap sarapan pada pukul 8 pagi. Agenda hari itu adalah reuni sama temen-temen kelas Bahasa. Udah bertahun-tahun nggak ketemu mereka. Cahyo menghampiriku ke hotel tepat sebelum aku check-out. Kami menunggu Vina sebentar. Aku dan Vina ke TIC Pemuda dulu untuk pesen tiket pulang, sedangkan Cahyo langsung meluncur ke D'Cost. Sampai di D'Cost, kita ngobrol macem-macem sambil menunggu Manda dan Daniel. Sayang cuma bisa ngumpul berlima, karena yang lainnya sebagian besar sudah berkeluarga, jadi kesulitan ngatur jadwalnya. FYI, yang kemarin dateng kumpul-kumpul itu masih pada belum married semua. Jadinya mah kita nyantai-nyantai aja. Gila, udah 8 tahun kurang lebih kita semua nggak ketemu. Mukanya masih sama semua, mungkin Manda yang sekarang lebih berisi. Hehehe.


Mini reunion after 8 years :D

               Tepat pada pukul 4:30 aku menaiki shuttle Joglosemar kembali ke Solo. Rasanya nggak mau pulang. Mana besok Senin pula. Aku juga masih bertanya-tanya semacet apakah Tuntang kali ini. Benar saja, macet panjang tapi untungnya kendaaan-kendaraan mampu bergerak lebih cepat. Sampai di Solo lancar jaya, tanpa mual atau pusing. Mungkin karena kali ini perutku super kenyang kali ya. Hahaha. Aku mengambil motorku di Purwosari sambil menerka-nerka berapa tarif yang harus aku bayarkan. Ternyata cuma ditarik enam ribu rupiah. Alhamdulillah. Tiwas mikire macem-macem. Hahahaha. Aku pulang ke rumah dan langsung tepar di kasur. Keesokan harinya kembali bekerja. Walau lelah tapi hati senang sekali. Terima kasih, Bigreds Semarang dan teman-teman kelas bahasa... lain kali kita reuni harus lebih rame yaaaaa. Cuma 18 orang mosok yo susah men. ^^


Jurgen Klopp: My Insight

Tepatnya beberapa hari yang lalu, oke, bulan lalu.. tapi belum lama-lama banget sih. Haha. Aku di WhatsApp sama nomor ga dikenal. Ternyata adalah seorang wartawan tabloid BOLA. Intinya, ia memintaku mengisi rubrik kolom suara pembaca yang akan membahas kedatangan Klopp ke Liverpool. Agak bingung juga sih dia tau nomerku darimana. Oh, usut punya usut, Mei yang ngasih nomerku. Hehe. Jadilah aku diminta menulis dua paragraf tentang kedatangan Klopp ke Liverpool. Aku nanya kan, kolomnya bakal seberapa secara aku kalo nulis begituan ga akan bisa sedikit. Wkwkwk. Eh kecil ternyata. Yoweslah, aku nulis seadanya aja, ntar biar diedit. Aku udah yakin sebenernya bakal diedit banyak banget, dan benar saja... Ini penampakan diriku di tabloid BOLA nomor 2638, yang terbit pada tanggal 29 Oktober 2015, pada halaman 4.



Faktanya, tulisanku nggak cuma segitu, berikut aku kasih tau tulisanku yang 'sebenarnya' sebelum diedit dan naik cetak :D
Here it is:


Jalan Masih Panjang


           Penampilan Jurgen Klopp bersama Liverpool? Rasanya masih terlalu dini untuk memberi penilaian. Dengan reputasi yang dimiliki Klopp, tentu saja membuat fans Liverpool berekspektasi tinggi. Hasil imbang yang diperoleh dari tiga pertandingan perdananya mungkin membuat sebagian orang kecewa, tetapi mengembalikan kejayaan Liverpool bukan hal yang mudah. Klopp memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Ketika datang, ia langsung dihadapkan dengan skuad yang terbatas, daftar cedera, bahkan mental pemain yang baru-baru ini disebutnya mulai melemah.

           Akan tetapi, saya optimis dan yakin ia akan berusaha semaksimal mungkin memperbaiki kondisi Liverpool saat ini. Ia bisa saja lebih memilih melanjutkan liburannya dan bebas dari beban pekerjaan. Akan tetapi, ia memutuskan untuk datang dan menghadapi tantangan di Liverpool. Di luar masalah teknis lapangan, yang terpenting adalah menyuntikkan energi positif kepada pemain. Klopp sangat karismatik, saya rasa tidak sulit baginya untuk membangkitkan semangat para pemain. Bagaimanapun juga, semua butuh proses.
                               ----------------------
So, what do you think?

P.S. Untuk foto tabloid fisiknya nyusul ya. Belum sempet aku foto, dulu udah sih tapi burem. Lol. Ntar aku fotoin lagi :D

Friday, September 18, 2015

Menapaki Jejak Masa Lalu (part 2)

Holaaaaa.... aduh lama banget ya gue belum sempet nulis lanjutan cerita gue waktu di Malang. Semoga belum kadaluarsa ya. Hehehe.

Jadi, waktu itu kami sekeluarga menuju Museum Angkut pada siang hari setelah selesai mengunjungi Jatim Park 2. Tau sih kaki udah mulai gempor gara-gara perjalanan yang melelahkan itu, tapi semangat menuju Museum Angkut masih membara (?) dan menggebu-gebu (?). Secara ya, dari awal gue emang udah niat gitu, ke Malang ya harus ke Museum Angkut lah. Jujur aja nih ya, sebenernya gue agak nggak minat gitu ke Jatim Park. Tapi ya, ternyata not bad lah, walau konsekuensinya adalah kaki yang gempor dan tekanan batin karena pemandangan hewan-hewan melata yang dulu udah kuceritain itu.

Letak Museum Angkut nggak terlalu jauh dari Jatim Park. Cukup 10 menit udah sampai. Itu kalau normal. LOL. Sayangnya hari itu bukan termasuk hari normal bagi kota Batu. Malkum ye, hari libur. Banyak orang liburan. Sebel juga sebenernya karena rame, tapi ya mau gimana lagi bisa jalan-jalnnya kalau pas off hari libur. Tiket masuk Museum Angkut kala itu Rp75.000,00 per orang. Nah, untuk yang membawa kamera, akana ada pemeriksaan di pintu masuk. Nggak boleh bawa kamera dong berarti? Kata siapa nggak boleh? Boleh kok, tapi mbayaaaaar :P Jadi nanti, petugas akan menawarkan apakah kamera kita mau dititipkan atau membayar biaya tambahan khusus pembawaan kamera. Nambahnya 20rb apa 30rb ya kemarin. Lupa. LOL.  Kalau mau berhemat n ngeyel tetep milih kamera dititpin, ya monggo... kita diperbolehkan mengambil foto menggunakan kamera handphone. Tapi ya... masa mau narsis foto2 cuma pake kamera hape? Kok kayak nggak asik gitu ya? Huahahaha.

Adek gue tetep bawa kameranya masuk dengan membayar biaya yang diminta. Gue yang cuma bawa pocket camera sih ya mending dititipin aja. Toh adek gue juga udah bawa masuk kamera, gue nebeng aja gitu. Ha. Tapi, lama kelamaan gue merasa kesepian gitu nggak bawa kamera sendiri. Maksudnya kesepian adalah kayak nganggur nggak ada kerjaan gitu disitu, secara kamera hp kualitasnya jg kurang memadai. Alhasil gue bayar juga tu tebusan kamera :D

Suasana ramai di Museum Angkut


Di Museum Angkut terdapat banyak benda yang berkaitan dengan transportasi. Sekalian deh kita bisa belajar sejarah dan perkembangan transportasi disana. Nggak cuma transportasi aja sih, perkembangan masa di berbagai penjuru dunia juga ditampilkan disana. Nanti kalian akan menemui zona asia, eropa, dll. Gue pribadi sih yang paling gue incer ya zona Britania Raya. Disana banyak tempat foto yang gue incer gutu ceritanya. Hehehe.Sayang banget sepetinya nasib sial lagi pengen membayangi gue. Coba tebak? Hujan boooooo :( Entah waktu itu gue harus misuh apa harus bersedih. Mungkin harus dua-duanya kali ya. Wkwkwk. Sebenernya sih indoor, tapi anjungan (?) Buckingham Palace itu outdoor! Gimana gue kagak berduka cita coba? Alhasil gue hujan-hujanan nekad foto disono. Hasilnya cukup mengecewakan sih tapi gapapalah. Hiks. *jane rodo gelo*

Nah pas di zona Britania Raya itu juga gue ketemu salah satu temen BIGREDS gue, mas Hanata. Ternyata mas Hanata sedang piknik kantor. Waw. Dunia ini sempit ya ternyata. Kebetulan juga waktu itu gue kepisah gitu sama keluarga gue. Mau tau kenapa? Karena gue masih ngeyel gitu nyoba-nyoba selfie di Buckingham Palace hujan-hujanan. Ngeyel banget sih gue jadi orang? Hehe. Karena hujan, orang-orang termasuk keluarga gue pada bablas aja cari tempat berteduh. Nah gue aja yang agak bandel gitu, pasti orang-orang juga pada ngeliatin, ini orang kurang kerjaan banget sih ujan-ujanan. Karena kesasar, gue ditemenin mas Hanata sebentar. Pas banget ya memang. Gue kesasar eh pas kebetulan ketemu mas Hanata juga :P Alhasil gue ketemu juga ama keluarga gue. Selamet. Kami pun menuju pintu keluar. Pintu keluar Museum Angkut ini unik banget loh. Bentuknya seperti kompartemen kereta dan itu goyang-goyang (?). Jadi kita merasa kayak beneran lagi di dalam kereta gitu. Oke banget ya?

Karena masih hujan, kami gagal ke pasar apung. Padahal pengen banget kesana, dengan maksud hati ingin merasakan sensasi belanja di atas air ala-ala Kalimantan gitu. Gagal deh. Eh malah kehujanan. Sampai di mobil dengan pliket ria, asli nyebelin banget. Semacam pengetahuan umum lah gue jadi super sensitif kalau lagi pliket. Semua yang kenal gue pasti paham tentang pengetahuan umum yang satu ini. Sepanjang perjalanan pulang dari Batu ke Malang, gue perhatiin, semua anggota keluarga tertidur, bahkan gue. Yang melek cuma supirnya doang. *ya iyalah* Sampai Malang kami mampir dulu untuk beli oleh-oleh. Sempet bingung juga sih mau beli apa. Secara Malang lebih terkenal dengan agrowisatanya. Supir mobil mengantarkan kami beli oleh-oleh keripik buah. Langsung deh gue ambil keripik apel banyak banget. Mumpung disini gitu. Kami sampai di hotel sekitar pukul tujuh malam dan langsung beristirahat. Kira-kira besok ngapain ya?

Keesokan harinya, keluarga gue pergi ke alun-alun (kayaknya) dengan berjalan kaki. Sekarang di setiap kota jadi ada car free day gini ya? ^^ Gue sama temen gue yang kebetulan juga lagi holiday di Malang, pergi ke sekolah gue dulu, yaitu TK dan SD. Bukannya gue males jalan kaki ya, tapi karena gue emang pengen banget nengokin tempat belajar gue dulu. Dengan bermodalkan pengetahuan yang seadanya dan ke-soktauan gue akan jalanan kota Malang, jadilah kami berkeliaran mencari lokasi sekolah gue. Sedikit nyasar sih tapi akhirnya ketemu juga. Pertama, kami mengunjungi SDN Lowokwaru VIII Malang yang mana sekarang udah ganti nama jadi SDN Lowokwaru 3, katanya sih di merger gitu. Lalu gue foto-foto disana. Setelah itu, kami melanjutkan ke TK yang letaknya ga jauh dari situ, yaitu TK P.I.G. yang merupakan kepanjangan dari Persatuan Istri Guru. Dan pastinyta gue taking picture disitu juga lah. Hehehe. Biarin diliatin orang lewat atau abang-abang tukang becak di sekitarnya. Toh gue nggak kenal mereka ini. Kalaupun ditanyain yaudah bilang aja sejujurnya kalau gue itu alumni situ. Setelah puas bernostalgila eh nostalgia, kamipun kembali ke hotel. Dan kesasar lagi. Wakakak!!!

Karena udah packing malam sebelumnya, gue mah santai-santai aja gitu ngeliatin tante-tante gue packing. Kereta kami berangkat dari stasiun Malang pukul 3 sore. Kalau nggak salah sih. Hehe. Karena stasiunnya deket mah kita lumayan santai. Jadi inget waktu pertama sampai gitu kami keluyuran subuh-subuh seh sekarang udah harus cabut aja dari kota apel ini. Rasanya liburan ini kurang banger. Iyalah secara cuma sebentar. Sebel ih. Kami pulang ke Solo menggunakan KA Gajayana. Asik banget karena lumayan sepi gitu dan perjalanannya siang hari sehingga kami bisa melihat pemandangan. Sebenernya waktu berangkat naik Malioboro Ekspress kami di kelas eksekutif juga sih tapi nggak tau kenapa ya, rasanya beda. Kayak nggak nyaman gitu. Eh ini di Gajayana asli nyaman banget. Kami tiba di Solo sekitar pukul 8 malam (kayaknya juga sih) :D

Seneng banget bisa kembali bernostalgia di kota Malang. Walaupun sudah banyak yang berubah, semua rasanya masih sama.

Friday, August 7, 2015

Calling All the Dare Dreamers 2007!

Flyer reuni. Foto-foto penampakan TKP ada di bawah ya
Setelah beberapa kali hanya wacana, kali ini reuni Dare Dreamers 2007 siap digelar. Awalnya bermula dari obrolan aku dan Nana di J.Co beberapa hari silam sambil menikmati nikmatnya Avocado Cappucino dan Avocado DiCaprio kesayanganku. Eheh. Pertama, yang jadi kendala utama menurut kami adalah domisili temen-temen yang udah menyebar di seluruh penjuru negeri. Kedua, konsep reuni yang kita sih maunya bukan di rumah makan terus yang sekedar makan lalu pada ngerumpi sendiri-sendiri sama temen segrupnya di mejanya masing-masing. Big no. Aku sendiri udah beberapa kali pengalaman reuni dengan konsep seperti itu dan outputnya ya begitu itu.  Akhirnya diputuskanlah venue di hotel dengan menu buffet (awalnya BBQ tp beneran ga bisa dinego, terlalu berat di kantong, padahal lihat menu list nya bikin ngiler gitu :P)

 Mungkin banyak yang bertanya mengapa ambil venue di hotel. Sebagian alasan udah ta ceritain kan tadi. Sebagiannya lagi, ya kita perlu suasana baru yang nyaman, fresh, dan cozy. Mungkin ini memang perkara preference masing-masing orang aja. Kalaupun di hotel tapi venue nya ga asik juga ga bakal kami ambil. Kami ambil venue disini emang karena udah survey tempat. Waktu? Kami mempertimbangkan yang udah bekerja dan bekeluarga, noh kurang apa coba, padahal ini masih pada single loh. Kkkkkk. Weekend itu udah paling tepat, karena menyesuaikan jam kerja normal yang hari Minggu nya libur. Eits, no offense buat yang kerja dengan sistem shift. Karena, kalo nurutin kalian, ga akan pernah bisa deal. Jadi kalian yang menyesuaikan jam kerja normal. Bisa diakali dengan ganti shift apa ambil cuti. Peace ^^v Ambil satnite karena Minggu biasanya hari keluarga, yang mana kita akan lebih pilih bepergian atau ngumpul bareng keluarga dibanding dolan dewe. Betul? Dan juga pertimbangan yang mungkin dari luar kota. Kalo Sabtu kan kalian bisa lebih santai. Swimming pool area? Itu satu area bakal kita kuasai (huahahaha). Dan nggak always di tepi kolam kok. Jadi ada kayak teras gitu kan di upper ground itu, dan terasnya tertutup (jangan khawatir hujan), ada sofa, kursi, dan meja, atau kalian mau duduk dimana aja bebas, mau di atas pohon silakan, kalau pada mau nongkrong di deket pool juga silakan, nggak papa.

 Jika ada pertanyaan, langsung hubungi CP yang tersedia, yaitu Nana. Doi udah semangat banget loh ngurus ini semua. Pulang meeting sama manager banquetnya aja sampe blushing2 gitu. Ooops off topic :D Ayolah, udah berapa tahun ini... belum tentu ada kesempatan lagi di lain waktu. Maksudnya mumpung ada yang bisa handle acara. Mungkin aja beberapa tahun ke depan bakal makin sulit ngumpul karena siapa tau di masa depan para singlewan dan singlewati ini sudah akan sold out juga, siapa tahu yang lain yg sekarang udah bekeluarga bakal makin sibuk lagi. Mumpung udah lama ga ketemu, LEGGO!!!! Yang mau bawa anak umpama mau pulang duluan nggak papa, toh kita start mulai jam 6 sore, kalau pulang jam 8 lebih kan masih memungkinkan. Pokoknya semua keputusan diambil atas banyak pertimbangan. Nggak mungkin juga bikin acara tapi ga mikirin kesiapan dan kesanggupan tamu. Yo po ra?

Sistem payment utk yg transfer, aku ga terima penampungan nama lho ya. Jadi kalian ngehubungin aku buat konfirmasi pra-transfer dan pasca-transfer. Setelah konfirmasi pasca-transfer baru nama kalian aku tulis di list. Sama nanti bakal aku fotoin kwitansi kalian biar semua jelas n transparan ^^ LEGGO! 

Berikut penampakan-penampakan view nya :D Sorry ada mbak2nya lagi berenang. Jangan diintip ya, nanti mereka malu. Hehe.

Nah ini kalo penampakan pada malam harinya kira-kira seperti ini. Tapi ini foto boleh nyomot dari website Traveloka ya, secara belum sempet ke TKP malem hari. Ini kalian bebas mau keluyuran kesana kemari, tegur sana tegur sini, fleksibel aja kita, secara acara bebas dan ramah. Nikmatin aja, mumpung dapet suasana begini. Zaman sekarang manusia harus mobile gaesss.. Udah pokoknya anggep aja kayak di rumah sendiri :D

Friday, April 17, 2015

Menapaki Jejak Masa Lalu

Day 1: Jatim Park 2 dan Museum Angkut    

     Holaaaa... gue kembali dengan travel writing ala gue yang seadanya dan main ceplos. Hehe. Liburan kali ini gue pergi ke Malang, yang mana adalah kota penuh kenangan buat gue. Why? Disanalah gue memulai masa kanak-kanak dan merupakan moment terbaik gue bersama mendiang kedua orang tua gue. Ketika om dan tante bilang akan ke Malang, gue langsung setuju aja tanpa pikir panjang. Hal pertama yang terlintas di kepala gue adalah TK dan SD di mana gue pernah menimba (bukan sumur) ilmu beberapa tahun silam. Pada tanggal 20 Maret 2015, tepatnya hari Jumat, kami sekeluarga berangkat menggunakan KA Malioboro Ekspres. Pada awalnya, om gue agak galau gitu nentuin waktu keberangkatan. Alhasil setelah mempertimbangkan banyak hal, kami memutuskan naik Malioboro Ekspres pukul sembilan malam, yang artinya, kami akan sampai di Malang esok hari, Subuh sih lebih tepatnya. Dalam kereta yang biasanya gue bisa tertidur lelap ketika perjalanan malam hari, eh kali ini nggak bisa masa?? Padahal udah naik eksekutif, gue masih aja tidur-tidur ayam nggak jelas gitu. Kerennya lagi, semua anggota keluarga duduknya terpisah. LOL. Gimana enggak, lhawong pas beli tiket seatnya tinggal delapan biji... Yaudah terpaksa deh garing di perjalanan, satu-satunya yang setia menemani gue ya cuma headset dan lagu yang ada di hape. Itupun gue masih galau gara-gara duduknya nggak di deket jendela.. Mau charging hape juga repot. Sampe Malang baterai tinggal seperempat gila. Hotel tempat kami menginap bernama Aloha. Oh..bukan..bukan... Kan gue udah bilang, gue itu liburan ke Malang, bukan ke Hawaii! :D
     Karena letaknya yang cukup deket dari stasiun, kami memutuskan untuk berjalan kaki. Bisa dibayangkan, satu keluarga dengan komposisi ayah, ibu, anak, saudara perempuan, dan keponakan (that's me) menerobos hawa dingin Malang di kala Subuh, sambil bawa koper, menyusuri jalanan yang pada jam itu jelas aja masih sepi. Untuk sepersekian detik gue punya pikiran ngelantur. Suasana macam itu kalau mendadak muncul begal gimana? Secara kan lagi ngetrend gitu. Ha. Sampai di hotel masih pagi buta, tepatnya pukul lima pagi. Nah sekarang siapa yang bisa check in hotel jam segitu? Check in hotel pukul 12 siang dan check out pukul satu siang itu sudah merupakan pengetahuan umum, kan? Sayangnya memang nggak dimasukkin ke RPUL atau jurnal ilmiah. Sekalian deh mau nyeritain service nya hotel Aloha. Mereka ini sangat helpful. Semenjak om gue telpon untuk booking kamar, bagian reservasinya udah memberikan aneka macam advice, mulai dari rental mobil sampai solusi "sampe-hotel-masih-pagi". Solusi apa yang mereka berikan? Karena kami sampai sana setelah Subuh, mereka menyarankan untuk menitipkan barang di respsionis sembari menunggu kamar ready. Nah, kami juga dapat menyewa mobil dan langsung cus ke Batu pagi itu juga, nanti kalau kamar udah siap barang-barang bisa dimasukkan. Untungnya, pukul enam pagi satu kamar udah bisa dipakai, ya cukup fleksibel sih kalau gue bilang. Kalau di hotel berbintang tiga ke atas mungkin kita harus benar-benar ikut aturan yang artinya kami harus menunggu sampai midday untuk bisa masuk kamar.
     Pagi itu jadilah kami berlima berkumpul di satu kamar dan antri mandi, pastinya. Singkat kata, tepat pukul delapan pagi, mobil udah menanti di halaman depan dan siap membawa kami ke kota Batu. Dulu waktu di Malang, gue inget betul alm papa gue selalu ngajak jalan-jalan ke tempat rekreasi. Jadi ada namanya taman rekreasi Sengkaling, Tlogomas, Selecta, dan Songgoriti. Tujuan pertama kami adalah Jatim Park 2, Jatim Park 1 skip dengan pertimbangan disana penuh dengan wahana permainan untuk anak-anak. Untuk apa? LOL.Jatim Park 2 lebih cocok untuk kami, sepertinya. Sebenernya tujuan utama gue adalah Museum Angkut, tapi supirnya menyarankan Jatim Park 2 dulu, yaudah sih manut. Gue sempet was-was juga sebenernya kalau ntar pas giliran ke Museum Angkut hujan turun. Bismillah dan berdoa aja sih. Well, sampe Jatim Park 2 susananya rame banget, mungkin karena memang hari libur. Terus gimana gue mau foto? Waktu otu juga gue cukup sering mengalami tragedi ditabrak orang yang mundur sembarangan tanpa liat belakangnya. Oke, mas, mba, kalau ente mau moto orang at least lihat dulu di belakang ente ada orang apa kagak. Kalau nabrakpun ane nggak masalah, tapi kalau sampe nginjek kaki ane itu mah keterlaluan namanya. Huffffffttt.

     Foto perdana (cieilah) yang gue ambil setelah menginjakkan kaki di Jatim Park 2 adalah di samping Museum Satwa. Patung Gajah raksasa langsung menarik perhatian gue. Nah, masalahnya adalah, bagaimana caranya agar mendapatkan spot yang oke untuk foto (baca: sepi). Dengan sabar gue menunggu waktu yang tepat sampe nggak ada orang lain yang ambil foto disitu juga. Alhamudillah ya, sukses.HTM nya lumayan sih, di atas 100k, tapi ketika kita udah masuk dan menyusuri area zoo dan juga museumnya, worth it kok. Worthy dengan harga nggak selalu menguntungkan loh, btw. Ternyata ada konsekuensi yang harus kita tanggung. Ada yang bisa nebak? Kaki lempoh! Gimana kagak. area sebesar itu harus kita lalui dengan berjalan kaki. Tante gue aja ampe bertanya-tanya terus ini jalan kok nggak punya ujung. Selalu aja ada tanda "selanjutnya", "selanjutnya", dan "selanjutnya". LOL. Mana rame sesak pula.. Mampir beli minuman botol, harganya 10k, jadi inget waktu nonton LFC di GBK, air mineral harganya juga 10k. Ini mendinglah soalnya yang gue beli itu green tea (no sebut merek).
     Kedua tante gue, entahlah, mungkin mereka lelah (istilah yang lagi ngetrend sekarang). Setiap ada bangku atau tempat duduk mereka selalu singgah, hewan-hewan yang harusnya ditonton dicuekin aja, seolah mereka hanya mengikuti arus manusia-manusia yang memenuhi rute eco park itu. Gue takut juga kali-kali kesasar, secara gue kadang kan asik gitu ngeliatin hewan-hewan lucu nan unik, malahan ada kera yang sampe gue kasih nama 'kera indian' saking bentukya yang mirip suku Indian. Lol. Bener aja kan, tante gue entah kemana, om dan adek sepupu gue juga entah kemana. Adek gue mah jeprat jepret aja, semua difoto, hewan apapun itu. Akhirnya gue nemuin kedua tante gue di food court lantai dasar deket reptile house, yang mana gue nggak berani masuk. Iya kan, pada tau kalau gue alergi reptil? Hahaha. Reptile house gue mah nggak masuk, tapi.... Well, Jatim Park 2 ini memang kayak zoo dan udah diatur sedemikian rupa sehingga kita harus mengikuti jalur-jalur yang telah ditentukan. Shortcut? Haha! Oh tidak bisaaaaa... no way out! Setelah melewati nocturnal room alias ruang bagi hewan-hewan nocturnal alias malam, gue beranjak ke sebuah lorong yang nggak kalah gelapnya sama nocturnal room yang barusan gue lewatin tadi. Masalahnya adalah, disitu isinya ular semua. Damn it! Tuh kan gue nulisnya aja merinding. Ular-ular tersebut ditaruh di dalam kaca etalase. Tempat ini adalah tempat yang paling bikin gue stres! Mana lumayan gelap pula, gue agak parno gitu kalau-kalau ada sesuatu yg merembet gitu di kaki gue, Hiiiiiiii!!!
Pose mesra bersama orang utan :D
     Area berikutnya lebih ke arah area bermain anak, yang mana kita free of charge karena sudah termasuk dalam tiket masuknya. Nah disana pula gue bertemu dengan seekor orang utan yang lucu banget. Orang utan itu konon katanya seperti manusia. Memang benar, tingkahnya mirip banget ma manusia, bahkan tante gue aja ampe digandeng gitu. Aw mesranya... Hahaha. Pengelola eco park dan zoo ini melakukan salah satu ide brilian juga kalau menurut gue. Jadi, pengunjung diizinkan berfoto bersama beberapa hewan dan tentunya nggak gratis. Eits, ntar dulu. Penghasilan tambahan itu nantinya akan digunakan untuk pengelolaan dan perlindungan konservasi alam dan hewan langka di Indonesia. Memang sih, mereka jelas udah ada dana sendiri untuk itu tapi cara seperti ini memungkinkan kita menyumbangkan sedikit rezeki kita untuk alam. SO why not? Nah kebe tulan si pawang orang utannya baik banget, aturannya 5 ribu rupiah itu sekali foto, tapi faktanya gue dan keluarga sampe foto berkali-kali dan kami diminta membayar seikhlasnya, toh tujuannya memang untuk amal. Amal itu yang penting ikhlas, betul nggak temen-temen?

(part 2 bersambung)...... Catch you all later!! Pastinya dengan cerita yang lebih menarik lagi. Adios! X


Monday, January 26, 2015

Wisata Hati

What a hard weekend. Ceritanya sih libur empat hari dan harus dinikmati. Akan tetapi, pada hari Jumat nan kelabu itu gue seolah tertimpa sebuah bongkahan batu yang saking beratnya mungkin sampe nggak bisa ditimbang, mungkin juga timbangannya malah jadi rusak. Yang konek sama aneka macam akun SNS gue jelas tahu pasti bagaimana suasana hati gue hari itu. Benar-benar suram. Satu hari bener-bener nggak mood ngapa-ngapain. Bahkan, ketika berita tersebut telah dikonfirmasi oleh pihak yang resmi dan berwenang, makin nggak karu-karuan hati ini. Demi apa 2015 baru jalan dua hari tapi sudah dapet kabar begini. Steven Gerrard yang selama ini gue yakini akan berseragam Liverpool sampai akhir karirnya resmi mengumumkan kepindahannya. Kontan bukan gue aja yang brokenhearted karena berita ni. Lihat tu para Kopites juga gundah gulana karena keputusan kapten yang bisa dibilang cukup mendadak ini. Jujur aja, gue sampe menangis hari itu. Mungkin bagi sebagian orang, ngapain sih menangis hanya gara-gara pemain bola pindah klub? Namun, gue yakin, sebagian orang yang lain pasti paham betul dan mengerti mengapa seseorang bisa menangis karena hal yang konon katanya trivial ini. Gue udah kayak burung yang nggak mau keluar sangkar, sampe akhirnya ketiduran dan bangun menjelang Maghrib dan betul saja, gue belum makan. Amazing, huh?

Timeline Path, Twitter, Facebook semua bener-bener nggak kondusif. Oleh karena itu gue lebih memilih untuk stay out of them for a while. Padahal gue juga posting tulisan-tulisan galau di Path eh sok-sokan nggak mau baca apa yang terjadi di kancah per-SNS an dunia. Lol.Jadilah hari Jumat kelabu itu gue stay di kamar seharian, keluar cuma buat makan dan ke kamar mandi. Dan baru pada malam harinya ketika para anggota keluarga sudah mulai berkumpul, pada akhirnya gue keluar dari gua persembunyian gue. Buset, udah macam manusia purba aja hidup di dalam gua. Bedanya, gue hidup di gua yang ada kasur, tv, dan kipas anginnya. Huahahahaha. Sayup-sayup kudengar adek sepupu gue pengen ke pantai sama temen-temennya naik motor. Iya, you heard it right. Naik motor. Singkat kata, permintaan tersebut nggak direstui sama om dan tante gue a.k.a. kedua ortunya. Dan malam itu juga terketoklah palu kami sekeluarga akan pergi ke Pacitan. Yeayyy! Yang pertama ada di benak gue adalah... eng ing eng.. Klayar! I felt so excited, untuk sementara duka hati tentang Gerrard mampu teralihkan, walau malamnya pas mau tidur inget lagi. Lol!

Ini kenapa gue malah cerita berlarut-larut tentang gundah gulana gue akan hengkangnya Gerrard. Back to topic deh, kan mau cerita tentang liburan gue ke Pacitan. Oke, hari Sabtu itu gue dan keluarga berangkat jam delapan pagi. Perjalanan sih biasa aja, nothing special; sawah di kanan dan kiri jalan. Kami berhenti sebentar di salah satu rumah makan di Wonogiri untuk isi perut dan beli oleh-oleh untuk tante Pin (tante gue yang tinggal di Pacitan). Walaupun ada sodara disana, om dan tante gue pilih nginep di hotel, katanya takut ngerepotin, gitu. Hehe. Ah, memang orang Jawa begitu ye... Lumayan geje juga sebenernya, secara sampai Pacitan itu kami belum dapet hotel sama sekali. Alhasil dapet hotel yang kata orang-orang paling bagus se Pacitan, namanya Hotel Prasasti. Ni hotel punya tiga lantai dan hebatnya adalah kami dapet kamar di lantai tiga and there's no elevator. Jadi kami terpaksa harus naik tangga. Ya lumayan lah itung-itung olahraga. Buat gue dan adek gue yang bisa dibilang tulang muda, naik tiga lantai begitu mah masih oke-oke aja, tapi buat om dan tante gue kayaknya cukup melelahkan. Lol.

Sorenya, kami sekeluarga ke rumah tante Pin yang letaknya lumayan deket dari laut. Katanya kalau mau ke laut jalan kakipun bisa. Keren ya? Walaupun bisa jalan kaki, kami naik mobil. Sebenernya gue udah menduga kami akan ke pantai mana. Apalagi kalau bukan Pantai Teleng Ria yang mana gue sering salah sebut jadi Teleng Sari. Hahaha. Pantai Teleng Ria merupakan pantai yang paling dekat dengan kota Pacitan. Padahal gue itu tipikal orang yang kalau mantai maunya yang mblusuk-mblusuk, secara justru yang mblusuk-mblusuk itu memiliki pemandangan yang bagus. Kayak waktu gue ke Nampu, itu jalannya kan agak horor gitu, tapi harus gue akui kalau pemadangan nya bagus. Kan ada tu peribahasa yang mengatakan "Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian". Bisa lah peribahasa itu diibaratkan kita bersusah dahulu dan pada akhirnya mendapatkan hasil yang diinginkan dan semua jerih payah kita terbayarkan. Pantai Teleng Ria itu rame banget karena memang udah ada yang mengelola. Di samping itu, lokasi yang mudah dijangkau membuat banyak orang yang mengunjungi ni pantai. Nah, bagi gue, itu kurang challenging alias kurang menantang.

Disaat para muda mudi macam gue dan adek gue bermain dengan kamera dan pasir pantai, para sesepuh (?), oke maksudnya om, tante, dan keluarga lain ngadem di suatu tempat yang katanya sih disebut Limasan or something gitu. Kami disajikan lima piring singkong tabur keju yang rasanya Subhanallah enak bangeeeeeeet dan juga wedang jahe yang anget tapi seger (hayo piye kui maksute?). Keadaan pantai waktu itu rame, okelah boleh kita sebut Kute nya Pacitan. Gue jadi galau kan mau foto-foto. Mau jepret sini, ada orang. Jepret sana, ada orang lagi. Trus aku kudu piye? Berhubung air laut katanya memang lagi pasang dan tinggi, gue nggak berani mendekat atau melakukan hal-hal aneh macam nyemplung ke air dan sejenisnya. Nggak bawa baju ganti juga. Celaka tujuhbelas ntar kalau basah-basahan, kalau masuk angin gimana? Nggak lucu kan, liburan bawaannya malah penyakit. Nggak lucu juga liburan bawaannya gundah gusar galau bin gulana karena seorang Steven Gerrard. Tetep ye, liburan pun namanya kalau hati lagi gundah ya gundah aja. Aiyuhhh.

Penggalauan yang terencana :P

Sejak berangkat gue memang udah punya misi. Gue bahkan bawa baju Gerrard gue yang ada angka 8 di belakangnya. Gue pun juga udah berniat melakukan suatu hal pada pasir-pasir pantai yang putih bagai tak berdosa itu. Ya yang berdosa mungkin pengunjung-pengunjung pantainya yang buang sampah sembarangan. Pada dasarnya, mereka telah mendzolimi pasir putih yang kata gue tadi nggak berdosa itu. Langsung deh tanpa basa basi gue mencari ranting pohon atau apa aja deh yang bisa dijadiin alat mengukir nama kaptenku di hamparan pasir. Mungkin gue bisa dibilang berdosa juga kali ya, buang sampah sembarangan sama nulis di pasir itu lebih dosa yang mana sih?



Kami berada di Teleng Ria sampai malam. Setelah itu, gue ngikut om gue yang di Pacitan. Beliau seorang chef yang telah berkarya (?) di berbagai hotel berbintang. Beliau mempunyai rutinitas mengajar para chef junior di restoran pantai Teleng Ria tersebut. Tanya makanan apa aja deh pasti beliau tahu, beneran kayak orang yang udah pernah berkeliling dunia. Berbincang dengan beliau secara nggak langsung juga membuka kembali kenangan gue akan masa-masa di Novotel-Ibis dulu. Gue suka ama pekerjaan gue dulu yang sebagai GRO alias Guest Relation Officer, tapi apa daya, takdir berkata lain. Hehe. Makanya kemarin seneng banget gitu karena menemukan seseorang yang bisa 'klik' diajak ngobrol. Sebelum pulang kami nemenin si om ngajarin masak juniornya di restoran tersebut. Ya itung-itung gue bisa sekalian belajar masak. Niatnya sih mau ikut nimbrung belajar masak, tapi ujung-ujungnya gue cuma jadi food tester. Kalau begini kapan cooking skill gue bisa maju? Oleh karena itu, dalam kesempatan ini gue juga ingin minta maaf pada calon suami dan calon mertua gue, siapapun itu, maaf Putrinya masih dalam level seperti ini, tapi I won't stop learning. Janji deh :)

Singkat kata, malam kami kembali ke hotel dan niat nyari makan di alun-alun. Wah bener-bener dah, muter satu kali kayak orang ga jelas gitu mau ngapain. Gue baru tahu kalau milih menu apa untuk dimakan itu memang susah. Selama ini gue nggak pernah kesusahan tiap milih makanan, yang susah itu adalah menentukan dimana kita ingin makan. Oh, itu sama aja ya? Ehehe. Alhasil kami mampir ke sebuah kedai sate Padang. Jujur that was my first time and also last time ya makan sate Padang. Karena belum pernah makan, gue sih mau-mau aja gitu, sekalian nyobain kan. Eh tapi ternyata apa sodara-sodara? Gue nggak doyan sama sekali. Biasanya makan sate pake sambel kacang, ini sambelnya lengket-lengket macam mozarella tapi warnanya ijo bebek gitu. Nampaknya cuma gue deh yang nggak doyan. Om, tante, dan adek gue asyik-asyik aja tuh. Apa ada yang salah dengan gue? -_-a Malam itu gue nggak bisa tidur, bukan karena tidur di tempat asing, tapi karena gue nggak ngantuk-ngantuk masa. Padahal paginya kami ada rencana mau ke pantai Soge. Yeayyy! Finally the real journey! Karena memang gue agak nggak puas gitu ama pantai Teleng Ria. Sedikit cerita dari om gue, katanya malam itu ada sesuatu yang mengganggu tidurnya. Om bilang katanya ada yang narik selimutnya gitu. Oh my God...memang semua bangunan ada 'penghuni' nya sih, tapi untung aja 'dia' yang di kamar om itu kayaknya termasuk kategori baik hati.. dan untungnya lagi kamar gue baik-baik aja.

Keesokan harinya, kami langsung berangkat ke Soge setelah sarapan. Dengan bermodalkan celana pendek dan kaos, dan lotion pastinya, semangat gue benar-benar membara (oke, lebai) hari itu. Jadi gini, kalian juga mengalami hal ini apa enggak sih, guys? Tiap akan pergi ke suatu tempat, kalian browsing dulu gitu, tanya-tanya sama si mbah sakti yang bernama Google itu. Kayak apa sih tempat yang bakal kalian kunjungi. Soalnya itu yang gue lakukan sebelum memutuskan pengen ke Soge. Kata si mbah, Soge itu bagus dan berada di tepi jalur lintas selatan. Dengan kata lain, itu pantai tepat berada di tepi jalan raya. Iya, beneran. Katanya sih jalur Trenggalek-Pacitan gitu. Waktu gue lihat gambarnya, wow mendadak gue jadi punya imajinasi pantainya tuh bakal kayak pantai di Australia gitu, yang pantainya di tepi jalan.

Tante Pin dan juga pegawai-pegawai hotel bilang kalau pantai Soge itu letaknya di balik bukit (?), bukit apa gunung inilah yang gue selalu gagal paham. Ha! Kayaknya sih bukit. Pokoknya itu bukit dibelah gitu dibikin jalan. Bisa ngebayangin nggak bagaimana bukit dibelah? Dan memang, gue akhirnya mengerti apa yang dimaksud bukit atau gunung dibelah itu. Ketika kita melewati ruas jalan, kita akan merasakan kanan dan kiri kita adalah macam tembok kapur gede tinggi dan sejenis rawan longsor gitu. Betul saja, sepanjang jalan banyak sekali ditemui rambu-rambu tanda akan rawan longsor. Seringkali hal ini bikin orang yang melintas jalan merasa ngeri. Justru rambu-rambu macam itulah yang sebenernya merupakan teror bagi pengguna jalan.Gue akan ceritakan suasana di dalam mobil kami waktu itu.

Pantai Soge terletak di tepi jalur lintas Selatan. Indah bukan?
Adek gue sibuk ama kameranya, yang sebenernya gue juga nggak tahu apa yang mau dia foto. Kanan kiri bukit kapur nggak jelas begitu, di depan juga jalanan naik turun kelak kelok nggak jauh beda lah sama yang di Tawangmangu atau Sarangan. So, what's there to take picture of? Gue sibuk dengan playlist gue, tante kayaknya tanda-tanda ngantuk dan sempet cemas kalau-kalau kita kesasar. Gue ngerti kok kenapa tante gue bisa punya pikiran kayak gitu. Gimana kagak, jalannya kebanyakan naik begitu, padahal kita mau ke pantai kan ya. Kalau dipikir secara sederhana banget, atau bisa dibilang pemikiran anak TK, pantai itu kan di bawah, sedangkan ini kita kok malah makin naik-naik ke puncak gunung, tinggi-tinggi sekali (semacam lagu anak-anak). Om gue yang emang santai banget malah bilang begini "nyasar yo putar balik." LOL. Bener juga sih. Asli santai banget om gue jawabnya. Menit demi menit berlalu, ini kok belum ada tanda-tanda akan munculnya pantai ya? Jangan-jangan beneran nyasar. Ah nggak asik banget kan kalau harus putar balik. Inget jalannya aja udah bikin gue mual-mual, apalagi kalau harus beneran putar balik. Pantai nggak dapet, pusing iya. Gue sedikit annoyed waktu itu, tapi berkat kesabaran yang tiada ujung (halah), akhirnya ada sedikit pencerahan di ujung sana. Yap! Kami bisa melihat ada hamparan air terbentang di hadapan kami. Yep! Pantai!

Untuk mencapai Soge, kita harus menempuh waktu sekitar satu jam. Gampang aja sih, tinggal menyusuri jalur Pacitan-Trenggalek dan tunggu sampai pemandangan laut muncul di hadapan kita. Harus bersabar karena nyaris nggak ada pemandangan apa-apa sepanjang perjalanan. Sebenernya agak amazed aja gitu, secara kami kan naik-naik bukit, masa bisa ketemu pantai. Oke, mungkin pemikiran terlalu sederhana inilah yang tadi hampir membuat gue jd agak bloon tentang ilmu topografi atau sejenisnya itulah. Masalahnya, gue nggak inget kalau kami menemui jalanan yang turun, perasaan naik melulu, eh tau-tau ketemu jalan landai dan sebelahnya langsung pantai. Apa-apaan? Benar-benar hebat ciptaan Tuhan. Sampai di pantai Soge, nggak ada retribusi. Yep. You heard it right. Nggak ada retribusi. It means, pantai itu belum tersentuh tangan-tangan jahiliyah yang tidak bertanggung jawab, terlihat dari minimnya sampah yang berceceran di pasir, ada sih tapi menurut gue mah nggak fatal, malah bisa dibilang bersih, kayak pas zaman gue ke Nampu. Nah! Ini dia yang gue suka! Coba di Teleng Ria kemarin. Banyak sampah, salah satu faktornya ya karena banyak pengunjung. That's why kenapa gue nggak terlalu suka sama pantai yang terlampau ramai begitu. Now you know what I mean.

Karena letaknya di tepi jalan, pantai Soge bisa langsung dinikmati pengendara yang sedang melintasi jalur tersebut. Kami menepi dan naik ke sebuah gundukan tanah lah kalau gue bilang, jadi di dataran yang agak tinggi gitu. Nah, darisitu kita bisa menikmati pemandangan pantai dari atas, dan bener-bener indah! Outfit gue pagi itu bisa dibilang udah prepared banget. Kaos, celana pendek, sandal dan nggak bawa tas. Wkwkwkwk. Celana pendeknya agak gimana gitu secara sampe disana sekitar jam 9 pagi dan udah mulai panas, nah karena gue cukup cerdas (huekk), tentu gue udah menyiapkan precaution kan, yaitu tidak lain dan tidak bukan adalah lotion! Maaaan, kalau nggak pake lotion yakin bakal item gitu lah kena panas matahari yang katanya ber SPF apalah itu SPF berapa nggak ngerti. Hehe. Perlu diketahui juga kalau pagi itu gue kan belum mandi, hahaha. Lengkap sudah kalau mau basah-basahan pasti oke banget, tapi apa daya semua orang juga tahu kalau lagi musim hujan dan air laut lagi hobi pasang dan bergulung-gulung ria seenaknya.

Melihat lautan yang luas pasti kita dipaksa kembali larut ke masa lalu. Halah. Dengan kaos Gerrard gue yang sengaja gue bawa travelling ke Pacitan..kasihan kaos gue nggak pernah jalan-jalan, hobinya di lemari melulu, mungkin dia bosan (?), gue duduk di hamparan pasir putih yang untungnya jauh dari tindakan kriminal para pengunjungnya. Bersih! Banyak banget hal yang lalu lalang di pikiran gue. Perlu gue sebutin satu-satu? Intinya ya: Gerrard yang akan segera cabut dari LFC, liburan yang bentar lagi kelar, badan gue yang menuntut pijet, ngelamunin jodoh yang entah berada dimana, sampai proses evakuasi Air Asia yang jatuh di Selat Karimata. Mungkin efek laut kali ya, jadi mau nggak mau inget tu pesawat juga. Dalam hati berkata, bahwa hidup manusia itu hanya Tuhan yang tahu. Dia telah menentukan garis nasib hidup dan mati makhluk-makhlukNya. Melihat laut di depan mata, dan juga inget setiap momen memandang awan dari jendela pesawat, ingatlah bagaimana kecilnya kita di mata Tuhan dan betapa hebat ciptaanNya. Kita ini apa sih? Emang bener ya kalau laut itu mampu bikin kita berpikir macam-macam. Hebatnya lagi, kita bisa sekalian introspeksi diri.


Menjelang siang kami akhirnya kembali ke kota, mampir dulu beli oleh-oleh dan titipan budhe Amin. Sampe hotel dua jam sebelum check out. Untungnya gue tipikal orang yang kalau nginep di hotel tu packing out nya nggak mendadak. Barang semua udah di kemas malam sebelumnya. Singkat kata, gue sempet tidur-tiduran bentar waktu itu. Tadaaaaa! Berjumpa lagi dengan tantangan-tiga-lantai-tanpa-lift. Kali ini untungnya turun ya, bayangkan aja dulu waktu check in bawa-bawa barang dan koper naik tangga, untungnya sekarang turun, ya walaupun sama ribetnya. Huahahaha. Kami check out jam 12 tepat. Time to go home. Di perjalanan pulang kami mampir dulu ke Wonogori yang mengakibatkan Pacitan-Solo ditempuh dalam 5,5 jam. Mana besoknya udah masuk kerja lagi pula. Libur empat hari kok kurang. Haha. Mungkin karena liburan kali ini mendadak. Coba kalau udah prepared, gue yakin bakal lebih sempurna. Mendadak aja gue masih kepikiran bawa kaos Gerrard dan berencana matang untuk nulis nama dia di pasir pantai. Bayangkan kalau trip ini lebih terorganisir lagi, bayangkan hal apa yang akan lebih gue prepare. Lol. Overall, gue cukup happy lah sama liburan ini. Moment nya antara tepat dan nggak tepat. Why? Nggak tepat karena gue lagi sibuk menggalau Gerrard, dan tepat karena penggalauan itu butuh disembuhkan. Toh, perenungan-gue-sambil-menghadap-laut di pantai Soge itu membawa dampak positif untuk jiwa gue. Yoi, jiwa aja kok, raganya enggak. Biasanya jiwa raga itu kan udah satu paket ya? Kali ini raganya enggak ikutan. Secara badan gue pegel-pegel gitu. Huahahahaha. Sekarang gue udah belajar mengikhlaskan Gerrard cabut dari LFC. Gue yakin perpisahan ini hanya sementara. Wisata hati pertama di tahun 2015. Semoga gue bisa menjadi orang yang lebih baik lagi dalam segala hal. Amin.