Pada hari Sabtu, 31 Oktober 2015, aku pergi ke Semarang sendirian (ah sudah biasa), dalam rangka nonbar Chelsea dan reuni. Entah yang mana yang menjadi alasan utama. Hehe. Sedikit cerita aja nih sebelum cerita utamanya dimulai. Haha. Sebelum berangkat, aku sejenis survey-survey dulu gitu. Jujur aku bingung bagaimana aku berangkat ke Semarang secara aku berangkat langsung setelah jam pulang kantor. Motor maau ditaruh dimana dong ini? Sempet kepikiran nebeng temen kantor sampe ke halte Trans Solo trus cus ke Arini. Akan tetapi, untuk beberapa alasan, rasanya hal itu mustahil untuk dilakukan. Trus piye? Sampai hari Jumat aku belum menemukan solusinya. Otak lagi bego apa gimana entahlah. Mungkin efek aku abis sakit kali ya. Lol. Jumat malamnya, aku baru mendapat cahaya terang (waduh). Kenapa motor nggak dititipin di Purwosari? Betapa bodohnya aku. Iya, benar. Titipin aja ke Purwosari abis itu naek angkot or becak ke Arini, soalnya shelter Trans Solo letaknya di depan RS Kasih Ibu. Ya kalau mau naik itu gapapa juga sih, jalan kaki dikit. Oke sip.
Hari Sabtu setelah pulang kantor aku langsung cus ke Purwosari. Akan tetapi, eksekusi memang tidak selancar rencana. Ga beda jauh sama kehidupan manusia yang sering tidak sejalan dengan keinginan. Eaaaaa. Lalin Solo bisa dibilang lagi mawut banget beberapa waktu ini karena ada banyak titik rekayasa lalin yang dilakukan di sejumlah ruas jalan utama. Kali ini, jalan yang lagi dikerjain adalah pertigaan RS Panti Waluyo. Hmmm. Tau sih kalau bakal kena macet, tapi nggak nyangka aja bakal separah kemarin. Ceritanya aku mau ambil jalur lurus ke arah Purwosari, tetapi sialnya, ada pembatas jalan yang dipasang dengat ketat agar seluruh kendaraan berbelok ke Jalan Ahmad Yani. Wtf memang. Alhasil, aku ga punya pilihan lain kecuali mengikuti padatnya arus kendaraan yang berada di sepanjang jalan tersebut. Sebagian besar adalah kendaraan-kendaraan yang ingin memutar untuk menuju arah Purwosari. Aigooo. Mana panas pula. Berhubung aku tidak ingin mengingat lebih banyak hal menyebalkan waktu macet itu, lebih baik langsung skip aja, ceritanya aku sudah sampai di Purwosari. Hehe.
Aku menitipkan motorku di tempat parkir. Denger-denger sih, sekarang tarif progresif diberlakukan kembali, padahal dulu sudah pernah diprotes dan sempat diberhentikan. Aku sih udah pasrah, secara aku emang butuh nitipin motor, ya terima aja berapapun tarif yang akan dibebankan kepadaku besok. Dengan catatan, masih dalam taraf yang wajar. Setelah memakirkan motor, nah ini yang galau. Aku tidak melihat satupun kendaraan umum yang lewat di depan stasiun. Entah mereka masih terjebak macet yang biadab banget itu tadi apa emang mereka mengalihkan jalur ke jalan lain? Angkot dan Trans Solo tak ada satupun yang terlihat. Yasudah akhirnya aku naik becak deh.
Sampai di Arini dengan selamat tapi dengan perut yang kosong. Hiks. Aku belum sempet makan. Sebenernya sempet khawatir juga kalau bakal kenapa-kenapa di jalan. Apalagi semua juga tahu kalau jembatan Tuntang sedang dalam perbaikan. Well, seriously? Semua aja perbaikan. Walau untuk tujuan yang baik, tapi kalau berbarengan semua gini kan repot juga. Estimasi sampai di Semarang sih 3 jam, atau 3,5 lah karena aku mikirin macet. Kalau lama begitu apa aku kuat dengan perut kosong begini? Konyolnya lagi, setelah shuttle ku berangkat, aku baru sadar. Kenapa tadi nggak ke Jackstar dulu beli makan? Nggak masalah juga kalau harus dimakan di jalan atau nanti kalau sampai hotel. Oh shit. Otakku sepertinya kembali ke prosesor zaman batu lagi kayaknya. Benar saja, sampai di Salatiga aku mual-mual nggak karuan. Di dalam hati berdoa supaya nggak muntah. Aku minum obat anti mabok dan tertidur beberapa saat. Nggak bisa tidur karena macet di Tuntangnya luar biasa. Bener kan? Nah setelah lewat Tuntang, macet lagi di Bawen. Arah ke Ambarawa macetnya luar binasa, eh luar biasa banget. Setelah itu untungnya lancar sampai Semarang, walau aku tiba menjelang Maghrib.
Setelah check-in di hotel, aku langsung menyantap makanan cepat saji yang sempat aku beli sebelumnya ketika sampai di Semarang. Apa boleh buat, makanan cepat saji emang ditakdirkan untuk mereka-mereka yang buru-buru alias have no enough time, termasuk aku hari itu. Kamar hotel yang kudapatkan cukup nyaman, walau hanya cukup diisi satu pax. Untungnya ni hotel nyediain kamar untuk sigle traveler, jadinya nggak perlu bayar lebih untuk 2 pax layaknya kamar hotel pada umumnya. Banyak yang bilang sempit, tapi no problem buatku, karena menurutku kamarnya nyaman, AC lancar, air panas lancar, toiletries lumayan, amenities lumayan, dan pemandangan dari jendela cukup bagus.
Waktu telah menunjukkan pukul 6 sore. Duh, mana aku janjian sama sis Yunita bakal ketemuan jam setengah 7 pula. Dengan mandi dan makan yang secepat kilat, aku cabut ke rumah sis Yunita menggunakan taksi. Singkat kata, kita sampai di hotel tenpat nonbar bigmatch Liverpool vs Chelsea digelar oleh BIGREDS Semarang. Udah lama banget nggak nonbar sama mereka, kali ini aku excited banget. Layaknya big match, suasana riuh sekali. Aku ketemu beberapa denok Kopites, dan pastinya ketemu Juli, salah satu denok Kopites Semarang. Mbak Juuuul...akhirnya ketemu juga.
Pertandingan berlangsung sangat seru. Chelsea memimpin lebih dulu dan itu membuat kami para penonton kecewa (yaiyalah). Apa bisa nih bangkit dan bahkan membalikkan kedudukan? Para pemain LFC tu kadang gimana juga sih, beberapa kurang memiliki mental yang kuat. Aku rasa ini tugas utama Klopp sebagai manajer baru tim. Skuad pas-pasan begini, aku pasrah aja. Percaya Klopp bakal memberikan sumbangsih terbaiknya untuk para suporter, klub, dan pemain. Aku dan sis Yuni udah mau ngabil beverages tu sebelum akhirnya Coutinho mencetak gol penyeimbang di masa injury time babak pertama. Waaaaaahhh... untung sis kita belum jadi ambil minum, kalau jadi mah jelas kelewatan momen keren itu. Coutinho gitu! Half time aku ngobrol sama temen-temen yang sanggup aku ampiri, karena nggak semuanya reachable. Haha. Segitu banyak orang tersebar dari ujung sana ke ujung sini, repot juga kalau mau ngampiri satu-satu. Sampai akhirnya babak kedua dimulai. Sebelumnya, ada peserta kuis yang menebak skor 3-1 untuk kemenangan LFC. Sepertinya harapan itu semakin nyata ketika Coutinho mencetak gol keduanya. Waaaaah. Rasakan, kau, Mourinho. No hate ya untuk fans Chelsea, tapi aku sejenis sebel tingkat dewa ama Mourinho. Gayaya itu loh. Kemaki banget.
Belum aman. Masih belum aman. Kami semua paham betul karakter skuad, karena udah sering banget kebobolan nggak penting gitu. Udah leading abis itu disamain trus kebobolan. Emang bener, mempertahankan sesuatu itu lebih sulit daripada mencapainya. At least itu salah satu lesson yang aku dapatkan menjadi suporter bola selama ini. *big smile* :))))) Para pemain Chelsea terlihat keteteran, dan Fabregas pun masuk. Damn, Halo cintaaaa, apa kabarmu? I still love you, tapi kamu kini berada di kubu yang salah. Benar-benar salah. Masih mending kalau Arsenal. Kalau udah Chelsea or MU aku udah ga ada toleransi. Haha. Apa mau dikata, sepertinya Mourinho bakal jadi korban Halloween malam itu. 3-1! Benteke mencetak gol. This is it. Jujur setelah gol itu, dari lubuk hatiku yag paling dalam, aku berterima kasih pada Klopp. Mungkin jalan masih panjang, belum selayaknya bersenang hati, secara Chelsea juga mainnya jelek begitu. Thx juga untuk Coutinho yang magical. It's really a pleasure to have you in our squad, boy! Setelah pamit ke temen-temen Semarang, aku ama sis Yuni pulang. Sampai di hotel aku langsung tepar. Sempet nonton drakor sebentar di tablet tapi mata nggak mau ngalah. Dia udah mau merem aja. Si empunya tubuh sebaiknya mengikuti keinginan organnya bukan? Daripada mereka ngamuk? Trus rewel? Kita juga yang repot. Akhirnya aku tertidur pulas setelah puas bercengkrama di timeline dengan teman-teman. Bercengkrama dan ngebully lebih tepatnya. Rasanya emang menyenangkan yah kalau menang begini. Hahaha.
Keesokan paginya aku bangun awal dan bersiap sarapan pada pukul 8 pagi. Agenda hari itu adalah reuni sama temen-temen kelas Bahasa. Udah bertahun-tahun nggak ketemu mereka. Cahyo menghampiriku ke hotel tepat sebelum aku check-out. Kami menunggu Vina sebentar. Aku dan Vina ke TIC Pemuda dulu untuk pesen tiket pulang, sedangkan Cahyo langsung meluncur ke D'Cost. Sampai di D'Cost, kita ngobrol macem-macem sambil menunggu Manda dan Daniel. Sayang cuma bisa ngumpul berlima, karena yang lainnya sebagian besar sudah berkeluarga, jadi kesulitan ngatur jadwalnya. FYI, yang kemarin dateng kumpul-kumpul itu masih pada belum married semua. Jadinya mah kita nyantai-nyantai aja. Gila, udah 8 tahun kurang lebih kita semua nggak ketemu. Mukanya masih sama semua, mungkin Manda yang sekarang lebih berisi. Hehehe.
Tepat pada pukul 4:30 aku menaiki shuttle Joglosemar kembali ke Solo. Rasanya nggak mau pulang. Mana besok Senin pula. Aku juga masih bertanya-tanya semacet apakah Tuntang kali ini. Benar saja, macet panjang tapi untungnya kendaaan-kendaraan mampu bergerak lebih cepat. Sampai di Solo lancar jaya, tanpa mual atau pusing. Mungkin karena kali ini perutku super kenyang kali ya. Hahaha. Aku mengambil motorku di Purwosari sambil menerka-nerka berapa tarif yang harus aku bayarkan. Ternyata cuma ditarik enam ribu rupiah. Alhamdulillah. Tiwas mikire macem-macem. Hahahaha. Aku pulang ke rumah dan langsung tepar di kasur. Keesokan harinya kembali bekerja. Walau lelah tapi hati senang sekali. Terima kasih, Bigreds Semarang dan teman-teman kelas bahasa... lain kali kita reuni harus lebih rame yaaaaa. Cuma 18 orang mosok yo susah men. ^^
Hari Sabtu setelah pulang kantor aku langsung cus ke Purwosari. Akan tetapi, eksekusi memang tidak selancar rencana. Ga beda jauh sama kehidupan manusia yang sering tidak sejalan dengan keinginan. Eaaaaa. Lalin Solo bisa dibilang lagi mawut banget beberapa waktu ini karena ada banyak titik rekayasa lalin yang dilakukan di sejumlah ruas jalan utama. Kali ini, jalan yang lagi dikerjain adalah pertigaan RS Panti Waluyo. Hmmm. Tau sih kalau bakal kena macet, tapi nggak nyangka aja bakal separah kemarin. Ceritanya aku mau ambil jalur lurus ke arah Purwosari, tetapi sialnya, ada pembatas jalan yang dipasang dengat ketat agar seluruh kendaraan berbelok ke Jalan Ahmad Yani. Wtf memang. Alhasil, aku ga punya pilihan lain kecuali mengikuti padatnya arus kendaraan yang berada di sepanjang jalan tersebut. Sebagian besar adalah kendaraan-kendaraan yang ingin memutar untuk menuju arah Purwosari. Aigooo. Mana panas pula. Berhubung aku tidak ingin mengingat lebih banyak hal menyebalkan waktu macet itu, lebih baik langsung skip aja, ceritanya aku sudah sampai di Purwosari. Hehe.
Aku menitipkan motorku di tempat parkir. Denger-denger sih, sekarang tarif progresif diberlakukan kembali, padahal dulu sudah pernah diprotes dan sempat diberhentikan. Aku sih udah pasrah, secara aku emang butuh nitipin motor, ya terima aja berapapun tarif yang akan dibebankan kepadaku besok. Dengan catatan, masih dalam taraf yang wajar. Setelah memakirkan motor, nah ini yang galau. Aku tidak melihat satupun kendaraan umum yang lewat di depan stasiun. Entah mereka masih terjebak macet yang biadab banget itu tadi apa emang mereka mengalihkan jalur ke jalan lain? Angkot dan Trans Solo tak ada satupun yang terlihat. Yasudah akhirnya aku naik becak deh.
Sampai di Arini dengan selamat tapi dengan perut yang kosong. Hiks. Aku belum sempet makan. Sebenernya sempet khawatir juga kalau bakal kenapa-kenapa di jalan. Apalagi semua juga tahu kalau jembatan Tuntang sedang dalam perbaikan. Well, seriously? Semua aja perbaikan. Walau untuk tujuan yang baik, tapi kalau berbarengan semua gini kan repot juga. Estimasi sampai di Semarang sih 3 jam, atau 3,5 lah karena aku mikirin macet. Kalau lama begitu apa aku kuat dengan perut kosong begini? Konyolnya lagi, setelah shuttle ku berangkat, aku baru sadar. Kenapa tadi nggak ke Jackstar dulu beli makan? Nggak masalah juga kalau harus dimakan di jalan atau nanti kalau sampai hotel. Oh shit. Otakku sepertinya kembali ke prosesor zaman batu lagi kayaknya. Benar saja, sampai di Salatiga aku mual-mual nggak karuan. Di dalam hati berdoa supaya nggak muntah. Aku minum obat anti mabok dan tertidur beberapa saat. Nggak bisa tidur karena macet di Tuntangnya luar biasa. Bener kan? Nah setelah lewat Tuntang, macet lagi di Bawen. Arah ke Ambarawa macetnya luar binasa, eh luar biasa banget. Setelah itu untungnya lancar sampai Semarang, walau aku tiba menjelang Maghrib.
Single room untuk single traveler. |
Waktu telah menunjukkan pukul 6 sore. Duh, mana aku janjian sama sis Yunita bakal ketemuan jam setengah 7 pula. Dengan mandi dan makan yang secepat kilat, aku cabut ke rumah sis Yunita menggunakan taksi. Singkat kata, kita sampai di hotel tenpat nonbar bigmatch Liverpool vs Chelsea digelar oleh BIGREDS Semarang. Udah lama banget nggak nonbar sama mereka, kali ini aku excited banget. Layaknya big match, suasana riuh sekali. Aku ketemu beberapa denok Kopites, dan pastinya ketemu Juli, salah satu denok Kopites Semarang. Mbak Juuuul...akhirnya ketemu juga.
with Denok Kopites Semarang |
Belum aman. Masih belum aman. Kami semua paham betul karakter skuad, karena udah sering banget kebobolan nggak penting gitu. Udah leading abis itu disamain trus kebobolan. Emang bener, mempertahankan sesuatu itu lebih sulit daripada mencapainya. At least itu salah satu lesson yang aku dapatkan menjadi suporter bola selama ini. *big smile* :))))) Para pemain Chelsea terlihat keteteran, dan Fabregas pun masuk. Damn, Halo cintaaaa, apa kabarmu? I still love you, tapi kamu kini berada di kubu yang salah. Benar-benar salah. Masih mending kalau Arsenal. Kalau udah Chelsea or MU aku udah ga ada toleransi. Haha. Apa mau dikata, sepertinya Mourinho bakal jadi korban Halloween malam itu. 3-1! Benteke mencetak gol. This is it. Jujur setelah gol itu, dari lubuk hatiku yag paling dalam, aku berterima kasih pada Klopp. Mungkin jalan masih panjang, belum selayaknya bersenang hati, secara Chelsea juga mainnya jelek begitu. Thx juga untuk Coutinho yang magical. It's really a pleasure to have you in our squad, boy! Setelah pamit ke temen-temen Semarang, aku ama sis Yuni pulang. Sampai di hotel aku langsung tepar. Sempet nonton drakor sebentar di tablet tapi mata nggak mau ngalah. Dia udah mau merem aja. Si empunya tubuh sebaiknya mengikuti keinginan organnya bukan? Daripada mereka ngamuk? Trus rewel? Kita juga yang repot. Akhirnya aku tertidur pulas setelah puas bercengkrama di timeline dengan teman-teman. Bercengkrama dan ngebully lebih tepatnya. Rasanya emang menyenangkan yah kalau menang begini. Hahaha.
Keesokan paginya aku bangun awal dan bersiap sarapan pada pukul 8 pagi. Agenda hari itu adalah reuni sama temen-temen kelas Bahasa. Udah bertahun-tahun nggak ketemu mereka. Cahyo menghampiriku ke hotel tepat sebelum aku check-out. Kami menunggu Vina sebentar. Aku dan Vina ke TIC Pemuda dulu untuk pesen tiket pulang, sedangkan Cahyo langsung meluncur ke D'Cost. Sampai di D'Cost, kita ngobrol macem-macem sambil menunggu Manda dan Daniel. Sayang cuma bisa ngumpul berlima, karena yang lainnya sebagian besar sudah berkeluarga, jadi kesulitan ngatur jadwalnya. FYI, yang kemarin dateng kumpul-kumpul itu masih pada belum married semua. Jadinya mah kita nyantai-nyantai aja. Gila, udah 8 tahun kurang lebih kita semua nggak ketemu. Mukanya masih sama semua, mungkin Manda yang sekarang lebih berisi. Hehehe.
Mini reunion after 8 years :D |
Tepat pada pukul 4:30 aku menaiki shuttle Joglosemar kembali ke Solo. Rasanya nggak mau pulang. Mana besok Senin pula. Aku juga masih bertanya-tanya semacet apakah Tuntang kali ini. Benar saja, macet panjang tapi untungnya kendaaan-kendaraan mampu bergerak lebih cepat. Sampai di Solo lancar jaya, tanpa mual atau pusing. Mungkin karena kali ini perutku super kenyang kali ya. Hahaha. Aku mengambil motorku di Purwosari sambil menerka-nerka berapa tarif yang harus aku bayarkan. Ternyata cuma ditarik enam ribu rupiah. Alhamdulillah. Tiwas mikire macem-macem. Hahahaha. Aku pulang ke rumah dan langsung tepar di kasur. Keesokan harinya kembali bekerja. Walau lelah tapi hati senang sekali. Terima kasih, Bigreds Semarang dan teman-teman kelas bahasa... lain kali kita reuni harus lebih rame yaaaaa. Cuma 18 orang mosok yo susah men. ^^
Comments